Earhouse Songwriting Club – Karya-Karya (EP)
Di penghujung tahun 2021 lalu, ada satu lagu yang sempat mencuri perhatian saya selama beberapa waktu ke belakang. Lagu tersebut adalah “Planet Biru”, karya ‘keroyokan’ dari Earhouse Songwriting Club.
Sebentar. Asing dengan nama Earhouse Songwriting Club? Tidak apa. Saya jelaskan sedikit. Secara singkat, mereka adalah sebuah komunitas pencipta lagu yang digagas oleh duo Endah N Rhesa. Tiap minggu, mereka selalu melakukan pertemuan rutin di Earhouse Pamulang.
“Setiap minggu, ada saja wajah-wajah baru muncul. Wajah lama juga ada yang bertahan bulanan, bahkan hingga tahunan”, tutur Endah Widiastuti kepada Pophariini di artikel ini.
Kembali ke “Planet Biru”, kenapa lagu tersebut bisa menjadi mencuri perhatian saya? Karena akhirnya saya jadi tahu bagaimana hasil akhir dari sebuah komunitas pencipta lagu yang rutin untuk menggelar pertemuan ini, yang ternyata menghasilkan sebuah karya yang bisa diterima dengan baik oleh telinga ini.
Single tersebut sendiri sempat dibawakan oleh Earhouse Songwriting Club dalam gelaran Synchronize Fest di Radio, satu bulan setelah diperdengarkan kepada khalayak luas.
Setelah itu, tidak ada kabar lanjutan dari Earhouse Songwriting Club sampai akhirnya di awal bulan Oktober ini mereka memberikan sebuah kabar baik. Kabar baik yang dimaksud adalah, akhirnya mereka resmi merilis sebuah mini album berjudul Karya-Karya, merangkum total enam nomor termasuk “Planet Biru” sendiri.
Selain melibatkan puluhan penulis lagu dalam penggarapannya, Karya-Karya turut menghadirkan kolaborator yang sudah tidak asing lagi. Mereka adalah Indra Aziz, kolaborasi dengan komunitas musik lainnya bersama Anak Roemahan (komunitas bentukan Agustin Oendari dan Ivan Gojaya) hingga keterlibatan Kamga Mo.
Mengutip Endah kembali, dalam rilisan persnya ia mengutarakan bahwa hadirnya mini album ini bisa dibilang sebagai sebuah mimpi yang terwujud.
“Ini adalah salah satu cita-cita yang terwujud bahwa Earhouse Songwriting Club punya karya bersama, mendokumentasikan, dan merilisnya, sehingga kita punya rekam jejak yaitu hasil dari komunitas ini yang sudah berjalan delapan tahun lamanya”, lanjut Endah.
Membahas Karya-Karya, karena melibatkan banyak penyanyi maka jangan kaget jika hampir keseluruhan lagu di mini album ini memuat ragam karakter vokal yang bernyanyi bersama dalam berbagai lapisan, seperti sebuah paduan suara super merdu yang di masing-masing lagu disajikan dengan masing-masing warnanya tersendiri.
Mini album ini dimulai oleh “Hey Ho!”, sebuah lagu yang dalam beberapa detik pertama membawa kejutannya tersendiri dengan permainan solo gitar listrik meliuk-liuk, diikuti oleh sahut-sahutan vokal yang jika didengarkan dengan seksama, bermuatan pesan-pesan positif untuk tetap semangat menjalani hidup dan ragam dinamika yang sedang dilalui.
Sementara di lagu kedua, “Bebaskan Suaramu” melibatkan Indra Aziz sebagai kejutannya. Indra Aziz turut ‘mengiringi’ para penyanyi yang terlibat dengan iringan acapella serta beatbox, sebuah lagu bertemakan rangkuman ragam ekspresi dari mereka yang terlibat di lagu ini.
Beda cerita dalam lagu “Nge-Shift” yang ditempatkan di urutan ketiga dari mini album ini. Lagu ini dinyanyikan oleh Earcrew (sebutan untuk pramusaji dan barista di Earhouse) yang menceritakan keseharian mereka di sana. Ragam kegiatan seputar persiapan sebelum membuka hingga menutup hari di Earhouse, disampaikan dengan rangkaian lirik yang sederhana. Dengarkan saja penggalan “masak mie / masak nasi / nugget juga spaghetti” atau “piring-piring aku cuci / dan aku bilas sambil bernyanyi macam ikut audisi” yang bisa menggambarkan hiruk-pikuk kegiatan mereka di sana.
Entah mengapa, lagu ini mengingatkan saya akan “Adrenalin Merusuh” milik Seringai yang sama-sama merangkum rangkaian kegiatan dari satu hari yang panjang secara runut dan tentu saja – disampaikan dengan sederhana dan fun.
Setelah disuguhkan dengan tiga lagu yang bertempo enerjik, lagu keempat tiba-tiba mengajak semua pendengarnya untuk berhenti sejenak dan rasa-rasanya juga memuat ajakan untuk kembali menengok apa saja yang sudah dilewati di dalam hidup. Diberi judul “Rumah”, temponya menurun secara kontras, dinyanyikan secara minimalis dan hanya terdengar petikan gitar yang konsisten menemani lirik reflektif, hingga akhirnya temponya kembali naik menuju penghujung durasi bersama selipan-selipan instrumen elektronik.
Di “Rumah” pula, keterlibatan Agustin Oendari dan Ivan Gojaya bersama Anak Roemahan diperlihatkan. Harmonisasi mereka semua menghasilkan sebuah lagu yang muncul dari ragam interpretasi mereka kala mendengar kata ‘rumah’.
Saya akan melewati lagu kelima, “Menulis Lagu” karena kalau boleh jujur, lagu ini paling ‘biasa saja’ dibandingkan dengan lima lainnya.
Lagu terakhir dari Karya-Karya adalah “Planet Biru”, yang bagi saya merupakan langkah tepat untuk menaruh lagu tersebut sebagai penutup. “Planet Biru” merupakan lagu satu-satunya di mini album ini yang diiringi dengan instrumen elektronik, penuh dengan ketukan-ketukan yang mengajak para pendengarnya untuk bersama-sama menggerakan badan. Layaknya sebuah anomali dari kehadiran lima nomor lainnya, walau masih membawa benang merah harmonisasi vokal berlapis-lapis yang sama.
Secara keseluruhan, saya senang dengan apa yang Earhouse Songwriting Club bawa di mini album debutnya ini. Deretan lagu yang terasa diciptakan tulus dari lubuk hati terdalam, tidak membawa tendensi apapun di dalamnya selain bersenang-senang dan juga sebagai bentuk dokumentasi abadi dari kegiatan mereka di tiap minggunya.
Saya menunggu untuk apa pun yang akan mereka bawa lagi ke depannya.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …