Kritak Kritik dalam Musik, Perlukah?
Musisi/Penulis lagu Kunto Aji memandang perlunya kritik demi untuk kebaikan musisinya.
“Penting banget buat kebaikan musisinya juga, tapi kita harus selalu harus ngeliat ruang dan tendensi. Belakangan kan ramai satu buah band dan ada tendensi untuk menjatuhkan, maksud gue harus liat medianya. Kalo di media yang bener-bener kredibel, kayanya jurnalis harusnya udah harus untuk memposiosikan diri sebagai apa, harus balance menempatkan sisi kurang dan positifnya sebuah album itu, harus udah pada tahu lah,” ungkapnya.
Kunto Aji memberi saya contoh ulasan yang ia baca dari media Pitchfork terhadap album kedua dari band rock asal negri Kangguru, Jet. Celakanya, saat itu, Pitchfork dengan tega-nya memberikan rangking 0 (kosong) untuk album tersebut.
“Itu A*** banget sih. Karena dampaknya kan real banget ke bandnya. Gue yakin salah satu penyebab mereka (Jet) tenggelam ya (karena) ini,” ungkap penulis album Mantra Mantra ini.
Belakangan kan ramai satu buah band dan ada tendensi untuk menjatuhkan,
Saya pribadi melihat tendensi negatif dari media musik seperti Pitchfork terhadap Jet. Terlepas dari suka atau tidaknya terhadap album dan Jet, Pitchfork tak terkesan bahwa mereka tengah sekadar cari perhatian semata. Pitchfork adalah media musik yang memiliki kontrol penuh terhadap apa yang diulasnya, bukan sekadar cari panggung layaknya ulasan-ulasan terhadap Barasuara yang sempat memanas di beberapa media non-musik beberapa waktu lalu.
Terlepas adalah kebebasan bagi penulis/jurnalisnya mengulas bagus tidaknya Pikiran dan Perjalanan secara kualitas bagi pendengaran dan rasa mereka, namun tendensi cari panggung nampak dimainkan di sini oleh media. Jika tidak, ada jutaan album musik di luar sana yang perlu diulas ketimbang hanya Pikiran dan Perjalanan. Beda jika ulasan tersebut dimainkan oleh media musik. Kredibel atau tidak medianya, ulasan sudah menjadi makanan mereka sehari-hari dan saya tetap memberikan apresiasi.
Lebih dalam soal kritik musik. Lalu mengapa sih timbul bermacam-macam kritik, mengapa ada kritik positif, sinis atau nyinyir?
Penulis sekaligus jurnalis musik Idhar Resmadi menjelaskan bahwa itu semua tergantung dari si kritikusnya.
“Ada yang berdasarkan selera atau wisdom of crowd. Tapi kalau secara akademis kritik memang ada teorinya, semisal ada unsur analisis formal, unsur intrinsik dan ekstrinsik. Itu memang lebih banyak dari kritik seni. Sebenernya kalau di musik lebih banyak menitikberatkan pada selera subjektif dan referensi (atau dalam bahasa gue modal kulturalnya),” ujarnya.
Mantan jurnalis di Trax dan Ripple ini kerap melakukan kritik terhadap musisi dan karya musik yang terbit pada era-era dirinya menjadi jurnalis musik di media cetak.
“Gaya (kritik) nyinyir gue sih kebanyakan pas zaman Ripple sih. Standard lah pop melayu yang lagi hits masa itu karena memang kritikus itu ada relasi dengan medan sosialnya,” akunya.
Memandang kritik adalah sejatinya upaya apresiasi sebuah karya musik. Lalu adakah kritik yang baik?
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Juicy Luicy – Nonfiksi
Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …