Lagu EDM Bertebaran, Tapi Kenapa Jedag-jedug yang Naik Daun?

Mar 25, 2025

Di era digital yang serba cepat, tren musik terus berubah dan berkembang seiring dengan dinamika budaya internet. Salah satu fenomena yang mencolok di Indonesia saat ini adalah musik Indo Bounce, atau yang lebih akrab disebut jedag-jedug oleh generasi muda. Musik ini menjadi populer karena perpaduan unik antara EDM dan unsur lokal yang khas.

Menurut penelitian Sa’idah (2020), jedag-jedug adalah istilah yang mengacu pada musik EDM yang di-remix dengan elemen dangdut. Hal ini sejalan dengan pendapat Mardial, seorang produser, beat-maker, DJ, dan musisi, yang menyatakan bahwa jedag-jedug merupakan evolusi dari musik electronic dance dengan sentuhan lokal.

“Musik Breakbeat Indonesia punya ciri khas tersendiri. Sekitar akhir 2000-an hingga hampir 2010, Dutch House berkembang pesat di Indonesia. Unsur Dutch House ini kemudian diadopsi oleh musisi Breakbeat lokal, sehingga karakteristik suaranya menjadi perpaduan antara Breakbeat Indonesia dan Dutch House. Akhirnya, para DJ menamakan genre ini sebagai Indo Bounce,” ujar Mardial dalam laporan IDN Times.

Jedag-jedug tidak hanya populer di kalangan anak muda, tetapi juga menjadi elemen penting dalam berbagai konten viral di TikTok, Instagram Reels, hingga YouTube Shorts. Laporan dari IDN Times menyebutkan bahwa tren ini berkembang pesat berkat kemudahan akses teknologi dan kreativitas para kreator musik.

Dengan semakin banyaknya musisi dan DJ yang mengadopsi gaya musik ini, pertanyaan pun muncul: Apakah fenomena jedag-jedug akan bertahan lama atau hanya musiman? Untuk memahami lebih lanjut, mari kita telusuri bagaimana jedag-jedug memiliki tempat tersendiri di hati pendengar musik Indonesia ketika lagu-lagu EDM merajalela. 

Kami mewawancarai Dipha Barus (Produser musik elektronik & DJ), Christo Putra (TikTok APAC – Southeast Asia Music and Artist Partnerships Lead & Drumer Bangkutaman), dan DJ Komang Rimex (Kreator Sound Jedag-jedug TikTok) untuk mendapatkan pencerahan mengenai hal ini.

 

Dipha Barus

 

 

Perkembangan musik elektronik di Indonesia 

Dari kacamata Dipha Barus, musik elektronik di Indonesia semakin ke sini, semakin beragam. Ia mengaku senang melihat semakin banyak pelaku, jenis, dan subgenre yang lahir. Dipha menceritakan bahwa ia pertama kali mengetahui electronic music act di Indonesia ketika masih duduk di bangku sekolah, seperti Agus Sasongko & FSOP, Mobil Derek, Death Goes to the Disco, dan lainnya. Dari situ, semakin banyak musisi yang muncul, baik itu electronic acts, maupun produser. 

“Gue senang karena Indonesia sekarang punya ‘waves’ sendiri yang beda dari tren di dunia Barat. Kita punya tren sendiri, salah satunya musik jedag-jedug yang mengamplifikasi kearifan lokal. Mirip seperti di Filipina yang punya musik Budots.”

 

Jedag-jedug berhasil mendukung konten video di TikTok jadi viral. Apa faktornya?

Menurut Dipha, musik jedag-jedug makin diminati awalnya gara-gara TikTok. Istilah jedag-jedug sendiri muncul dari beberapa orang yang menggunakan lagu remix breakbeat (Indonesia breakbeat, bukan UK breakbeat) atau disko tanah (di Manado) dengan efek video CapCut untuk konten TikTok mereka. Karena banyak yang pakai musik dengan gaya video seperti itu, algoritma TikTok menangkapnya sebagai tren, lalu makin populer.

“Kalau dari perspektif produser musik, jedag-jedug populer karena banyak orang membuat konten dengan musik yang sedang naik di TikTok. Secara aransemen dan beat, musik ini Indonesia banget. Relatable dan mudah dicerna sama orang Indonesia.”

 

Jedag-jedug sebagai tren, subgenre indo bounce, atau genre musik tersendiri?

“Ini adalah tren yang sudah berkembang jadi genre sendiri.”

Jedag-jedug berkembang dari berbagai elemen seperti Dutch House, Jungle Breaks (bukan UK Jungle, bukan UK Breaks), Disko Tanah, Funkot, Dangdut dan lainnya. Sementara itu, Dipha Barus menyoroti bahwa Indo Bounce punya “wave” sendiri yang berangkat dari Dutch House. 

“Mungkin secara pendengar ada irisan antara fans jedag-jedug dan Indo Bounce, tapi secara perkembangan, mereka punya jalurnya masing-masing,” terang Dipha. 

 

Jedag-jedug: tantangan atau peluang? 

“Gue melihatnya sebagai tantangan sekaligus peluang.”

“Karena jedag-jedug begitu populer, tantangannya terletak pada adanya ilusi bagi beberapa pelaku musik. Kalau mau viral, musisi harus bikin musik seperti ini. Padahal, seorang musisi—terutama produser—seharusnya nggak perlu bergantung sama tren atau algoritma platform tertentu.”

Di sisi lain, peluangnya berasal dari karakteristik jedag-jedug yang sudah menjadi sound yang begitu generic. Ini justru bisa mendorong musisi dan produser untuk menciptakan sound dan wave baru.

 

Akankah jedag-jedug terus berkembang atau hanya tren musiman?

Dipha percaya setelah ini akan ada evolusi baru dari sound jedag-jedug. Setiap tren musik pasti ada masanya, tapi biasanya tren musik tidak benar-benar hilang, ia berevolusi menjadi sesuatu yang baru. 

 

Dampak jedag-jedug dan eksistensi TikTok bagi musisi profesional

Kehadiran jedag-jedug membuat Dipha mengenal sound baru yang menuntunnya untuk bereksperimen dan melahirkan sesuatu yang cocok untuk dirinya.

“Dari dulu, gue selalu tertarik ngulik sound baru. Kalau cocok, gue pakai, kalau nggak, ya gue skip.”

Attention span pendengar menjadi perubahan terbesar yang bersumber dari eksistensi TikTok. 

“Sebelum TikTok, orang lebih menikmati lagu secara utuh. Setelah TikTok, perhatian pendengar jadi lebih pendek karena fokus utamanya bergeser ke konten video. Bahkan, sekarang banyak lagu yang dirilis dengan tujuan menyesuaikan algoritma TikTok.”

 

Christo Putra

 

 

Pandangan tentang fenomena musik jedag-jedug?

Menurut pria yang akrab disapa Uta ini, fenomena musik dengan ritme yang dinamis dan energik seperti jedag-jedug sebenarnya telah ada sejak lama, dari era funky kota hingga EDM. Popularitasnya saat ini semakin meningkat berkat perkembangan platform media sosial, yang memberikan ruang bagi siapa saja untuk berkreasi dan membagikan konten dengan musik tersebut.

 

Jedag-jedug sebagai subgenre

Jika melihat karakteristiknya, musik ini dapat dikategorikan sebagai bagian dari subgenre musik elektronik, meskipun istilah jedag-jedug sendiri lebih merupakan istilah umum dibandingkan klasifikasi genre resmi. Untuk pemetaan yang lebih spesifik, Uta mempersilakan para pengamat dan jurnalis musik yang mungkin memiliki perspektif yang lebih detail.

 

Pengaruh platform TikTok terhadap popularitas musik jedag-jedug

Uta melihat platform berbasis User Generated Content (UGC) seperti TikTok memiliki peran dalam penyebaran tren musik ini. Pengguna memiliki kebebasan untuk menginterpretasikan dan menghadirkan musik jedag-jedug dengan berbagai konten, sehingga tren ini dapat berkembang lebih luas dan menjangkau audiens yang lebih beragam.

 

Jedag-jedug viral: Karena kreativitas pencipta musik atau algoritma platform?

Menurut Uta, popularitas sebuah musik merupakan kombinasi dari beberapa faktor, termasuk kreativitas dalam penciptaan nada lagu yang catchy, lirik yang relevan, serta momentum yang tepat. Selain itu, keterlibatan penikmat musik dalam membuat konten dan interaksi di platform digital turut berkontribusi terhadap penyebaran dan popularitasnya.

 

Bagaimana cara musisi bisa memanfaatkan tren ini untuk memperluas audiens mereka?

Strategi ini sebaiknya disesuaikan dengan karakter dan identitas musikal masing-masing musisi. Jika tren ini selaras dengan gaya bermusik mereka, maka dapat menjadi peluang untuk bereksplorasi dan menjangkau audiens baru. Namun, jika tidak sesuai dengan identitas artistik mereka, tetap mempertahankan orisinalitas dalam berkarya juga merupakan pilihan yang tepat.

 

DJ Komang Rimex

 

 

Pandangan terhadap fenomena jedag-jedug untuk musik Indonesia?

Komang mengamini bahwa jedag-jedug bukanlah genre musik, namun gaya ketukan beat-nya yang membuatnya disebut jedag-jedug. Genre ini berawal dari genre musik timur yang bernama disco tanah.

“Karena orang-orang Indonesia ini sangatlah kreatif, muncullah berbagai jenis ketukan yang sama dengan variasi berbeda. Orang pada akhirnya terbiasa mendengar dan menyebutnya jedag-jedug, menjadikannya ciri khas tersendiri untuk Indonesia. Bahkan banyak orang mancanegara yang tertarik dengan jedag-jedug ini. Salah satunya DJ Nansuya yang bahkan karyanya dilirik oleh label musik besar seperti NCS dan sudah rilis di akun YouTube resmi NCS.”

Kita seharusnya berbangga diri karena jedag-jedug sendiri telah sampai di kancah internasional dan bahkan diminati.

 

Bagaimana proses kreatif di balik deretan sound yang viral di TikTok? 

Komang mengaku sudah menyukai musik sejak kecil. Ia suka bermain alat musik baik tradisional seperti gamelan dan angklung, maupun yang tidak seperti gitar dan piano. Setiap mendengar lagu yang ia sukai, ia pasti tertarik untuk membedah dan menjadikannya versi yang berbeda sesuai dengan bayangannya.

“Saya membuat musik hanya untuk kesenangan dan saya pun tidak tahu bahwa ternyata selera musik saya disukai banyak orang.”

Selama proses pengerjaan lagu, Komang membutuhkan mood yang baik. Inspirasi biasa ia temukan pada malam hari, oleh karenanya dikerjakan pada waktu tersebut.

Sebelum me-remix lagu, biasanya Komang melihat yang sedang tren di TikTok atau muncul suatu perasaan bahwa lagu yang ia remix akan viral. Setelah menemukan lagunya, Komang akan mencari acapella atau vocal only dari lagu tersebut. Kemudian, vocal tersebut ia masukkan ke software bernama Fruity Loop. Tahap pengerjaan selanjutnya ia kerjakan di software tersebut. Mulai dari mencari nada, ketukan, proses mixing, dan mastering. 

 

Jedag-jedug: Fenomena yang bertahan lama atau hanya sementara?

Menurut Komang, jedag-jedug tidak akan mati selama para kreator terus berinovasi dan dapat menyesuaikan dengan selera orang-orang di zaman tersebut. Buktinya jedag-jedug ini sudah bertahan selama lebih dari 5 tahun. Dan sekarang ada banyak jenis musik jedag-jedug yang berbeda dari setiap kreatornya. Genre ini sendiri juga mudah diterima ditelinga para pendengar.

 

Fenomena ini menunjukkan bagaimana budaya digital dan teknologi mampu menciptakan gelombang musik baru yang khas dan digemari oleh banyak orang. Bagaimana menurut kalian? Apakah jedag-jedug akan terus berkembang atau justru meredup seiring waktu?

 

Penulis
Amira Nada Fauziyyah
Tetap melaju kencang di rute yang tak selalu aman.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

5 Kriteria yang Dilirik Juri Irama Kotak Suara 2025

Supaya orang yang lo suka bisa balik menyukai, kadang lo perlu melakukan usaha keras yang sebegitunya. Meskipun harus gagal dan beralih ke kemungkinan yang lain, tak lantas dunia lo berakhir karena gak dapetin dia. …

Irama Kotak Suara Terbuka untuk Semua Genre, Submit Karya Lo Sekarang!

Banyaknya genre yang dimainin sama musisi dari berbagai wilayah di dunia rasanya bisa jadi keuntungan penikmat musik di zaman sekarang. Melalui program Irama Kotak Suara, kami ikut merespons fenomena ini dengan membuka program submission …