Legenda Hidup Qasidah Modern: Grup Nasida Ria!

Apr 29, 2021
Legenda Hidup Qasidah Modern: Grup Nasida Ria!

RRREC Fest in the Valley adalah festival musik alternatif 3 hari 2 malam di bumi perkemahan Tanakita, Situgunung, Sukabumi, Jawa Barat yang diadakan oleh inisiatif seniman Ruangrupa. Dalam tradisinya, festival ini kerap mengundang aksi-aksi mengejutkan dari berbagai genre, generasi, dan negara, salah satunya Nasida Ria.

Pada September 2016, RRREC Fest in the Valley dibuka oleh duo Sonotanotanpenz dari Jepang yang dideskripsikan dalam teks website dan brosur perhelatan sebagai “seni menyimpang imut memukau” (saya ada di malam itu, jatuh hati kala menontonnya, dan berhasil membeli sebuah CD-nya), sementara esoknya akan tampil Nasida Ria yang dituliskan dengan “Grup legendaris perintis Kasidah Modern berbekal kecerdasan, keyakinan, dan kharisma murni.”

Apa yang terjadi di lapangan saat mereka tampil? Panggung dipenuhi ibu-ibu berseragam yang fasih bermain musik dan bernyanyi, para penonton berjoget menikmati, dan kharisma itu benar terpancar dari kepolosan membawakan lagu-lagu dan menggulirkan pertunjukan di hawa yang sejuk.

Sepertinya, hampir semua penonton mendapatkan pengalaman menonton langsung pertama kali, meskipun beberapa mungkin sudah mengenal, atau justru familier, dengan hit besar mereka dari era 1980an, “Perdamaian”. Judul lagu ini juga menjadi sebuah judul album mereka. Sembilan personil berdiri berjajar-berseragam; ketika itu nama kelompok tertulis di sampul album sebagai Nasyida Ria.

Demikian lirik lagu “Perdamaian”…

Perdamaian… perdamaian… / Perdamaian….perdamaian… / Banyak yang cinta damai / Tapi perang makin ramai / Bingung-bingung ku memikirnya / Wahai kau anak manusia / Ingin aman dan sentausa / Tapi kau buat senjata / Biaya berjuta-juta

Banyak gedung kau dirikan / Kemudian kau hancurkan / Bingung-bingung ku memikirnya / Rumah sakit kau dirikan / Orang sakit kau obatkan / Orang miskin kau kasihi / Anak yatim kau santuni / Bom atom kau ledakkan / Semua jadi berantakan / Bingung-bingung ku memikirnya 

Divisi cinderamata Ruangrupa bahkan menjalin kerjasama dan mencetak kaos Nasida Ria untuk lagu lainnya, “Bom Nuklir”, dengan desain yang menyertakan lirik lagu.

Memang, bila kita mendengar liriknya, “Bom Nuklir” memiliki daya tarik tersendiri bagi jiwa anak muda (terlebih penampilan lagu itu juga menampilkan efek suara ledakan). Sebuah lagu yang bahkan masuk akal untuk dibawakan ulang oleh kelompok musik heavy metal.

Bila bom nuklir diledakan / Akan musnah kehidupan di bumi / Hawa panas menyelimuti bumi / Membakar semua yang di bumi / Langit gelap tertutup asap hitam / Mendadak udara dingin membeku / Sungguh ngeri akibat bom nuklir / Flora, fauna, manusia, dan bangunan / Semua hangus kemudian membeku

Orang yang selamat matanya buta / Sekujur badan tumbuh tumor ganas / Lebih sakit daripada yang mati / Wahai pencipta bom nuklir terlaknat / Mengapa kau undang hari kiamat / Ciptakan saja obat yang berguna / Libatkan dagang hasil pertanian

Agar tak ada wabah kelaparan / Demi kesejahteraan manusia / Hentikan saja produksi bom nuklir

Sejak bermain di RRREC Festival 2016, grup ini jadi ramai dibicarakan anak muda, dan dianggap “keren”—sesuatu yang bahkan belum pernah mereka dapatkan. Segmen pendengar yang sama sekali berbeda dari basis penggemar mereka selama ini. Dan ini baru gejala dari ledakan yang jauh lebih besar yang segera terjadi.

Apa yang kemudian berlangsung pada tahun-tahun ke depan sudah semakin tak terbendung. Pada 2018 Nasida Ria diundang bermain di panggung Synchronize Festival, tentu dipadati para penonton muda yang sehari-hari jauh dari mendengarkan qasidah, walaupun bila itu modern. Menjadi salah satu penampil yang paling “pecah”, maka pada tahun berikutnya mereka kembali diundang di festival yang sama. Lagi-lagi “pecah”!

Nasida Ria / foto: @pohanpow

Pada 2019 pula, terbit buku Nasida Ria: Sejarah The Legend of Qasidah 1975-2011 karangan Listiya Nurhidayah. Buku terbitan Dramaturgi ini bermula dari skripsi yang disusun Listiya pada 2017, tahun yang begitu jauh dari awal kemunculan kelompok asal Semarang itu.

Kita bisa saksikan pada tahun-tahun belakangan ini: Nasida Ria menjadi salah satu “media darling”. Mereka diwawancara berbagai media, berbagai liputan dan talk show, dari konvensional sampai menghiasi layar internet. Dan mereka menjadi semakin cult saja.

Di luar pentas-pentas anak muda eksentrik dan hip itu, juga sejumlah undangan tampil di media, sesungguhnya pada era 2000an Nasida Ria memang masih aktif bermain di berbagai acara dan hajatan apa saja. Dari pernikahan sampai khitanan, reportoarnya terbilang mencukupi untuk cocok diundang.

Sementara bila kita mundur pada dekade 1980an dan 1990an, Nasida Ria malah telah tampil di berbagai ajang internasional. Pada 1988 mereka bermain di Malaysia. Enam tahun kemudian, bermain di Jerman pada acara Die Garten des Islam, kemudian kembali bermain di Jerman, kali ini untuk perhelatan Heimatklange Festival pada 1996.

Maju ke masa kini, memasuki 2020, datanglah pandemi. Pertunjukan-pertunjukan langsung terpaksa ditunda, tapi mereka terus bergerak dengan mengaktifkan saluran Nasida Ria Management di Youtube.  Penggemar mereka, lama maupun baru, tua maupun muda, dapat mengobati rindunya, bahkan jadi semakin dekat, senantiasa bisa menyaksikan beragam aktivitas hingga arsip-arsip pertunjukan mereka.

Bukan itu saja, pada 19 September 2020 Nasida Ria meluncurkan album terbarunya, album ke-36 berjudul Kebaikan Tanpa Sekat. Rilis album ini bertepatan dengan 45 tahun mereka berkarya.

Semua itu tentu tiada disangka kala HM Zain, seorang pemuka agama Islam di Semarang yang mendorong murid-muridnya di asrama untuk bermusik dan membentuk kelompok qasidah modern Nasida Ria pada 1975.

Berawal dari membawakan lagu berbahasa Arab dengan rebana, Nasida Ria kemudian menyertakan gitar, keyboard, seruling, kendang, tamborin, dan biola. Seluruh personil awalnya memulai belajar musik dari nol.

Tiga tahun sejak terbentuk, Nasida Ria merilis album perdana, Alabaladil Makabul bersama Ira Puspita Records. Lagu-lagu mereka seluruhnya didasarkan pada dakwah. Tiga album berikut bertema serupa dan menyertakan banyak nyanyian bahasa Arab. Adalah kyai Ahmad Buchori Masruri yang menyarankan agar Nasida Ria berubah haluan: menggunakan Bahasa Indonesia agar pesan lebih efektif disampaikan. Kyai Ahmad Buchori Masruri bahkan kerap menyumbang menulis lagu bagi Nasida Ria dengan moniker Abu Ali Haidar.

Nasida Ria pun mulai menyanyikan lagu-lagu dengan syair berbahasa Indonesia. Sementara tema lirik lagu juga semakin beragam—dari lingkup keluarga, lingkungan, hingga sosial.

Sebagai kelompok qasidah, meskipun kemampuan musik tak diragukan dan sangat terjaga, namun lirik memang hal yang mendapat perhatian penting dalam kaidah Nasida Ria. Agar syiar bertambah luas, mudah diterima oleh banyak kalangan.  Hasilnya, dalam beberapa tema lagu, lirik-liriknya malah terdengar nyentrik.

Nasida Ria pun meledak dengan lagu “Perdamaian”, tampil di TVRI, dan pentas di banyak tempat.  Lagu yang sangat klasik, hingga dibawakan ulang oleh di berbagai panggung, termasuk direkam oleh GIGI pada 2005.

Hit besar lainnya dari Nasida Ria berjudul “Kota Santri” juga banyak dibawakan ulang, salah satunya secara duet oleh Krisdayanti dan Anang. Masih ingat? Berikut liriknya…

Suasana di kota santri / Asik, senangkan hati / Tiap pagi dan sore hari / Muda mudi berbusana rapi / Menyandang kitab suci / Hilir mudik silih berganti / Pulang pergi mengaji

Duhai ayah ibu / Berikanlah izin daku / Untuk menuntut ilmu / Pergi ke rumah guru

Mondok di kota santri / Banyak ulama, kiyai / Tumpuan orang mengaji / Mengkaji ilmu agama / Bermanfaat di dunia / Menuju hidup bahagia / Sampai di akhir masa

Pada awal terbentuknya, Nasida Ria terdiri dari 9 personil. Kini hanya Rien Djamain personil awal yang tersisa. Choliq Zain, putra dari HM Zain, tampil memimpin kelompok sebagai manajer. Bersama regenerasi personil yang berlanjut, mereka terus berjalan. Hingga kini mereka telah memiliki katalog lebih dari 350 lagu untuk tampil menghibur dengan semangat awal “dakwah dalam nada”. Dengan tembok pandemi sekalipun lagu-lagu mereka terus terdengar.

Nasida Ria hari ini terdiri dari 11 personil, dari 3 generasi yang berbeda. Rien Djamain (bas) merupakan personil sejak awal terbentuk, sementara lainnya kini ada Afuwah (kendang), Nadhiroh (biola), Nurhayati (biola), Sofiyatun (keyboard), Hamidah (seruling), Nurjanah (gitar), Uswatun Hasanah (gitar), Titik Mukaromah (gitar), Siti Romnah (piano), dan Thowiyah (kendang).

Semua personil Nasida Ria minimal menguasai 3 alat musik dan dapat bernyanyi sehingga mereka bisa tampil saling bergantian di berbagai pentas. Manajernya Choliq Zain, juga membentuk kelompok baru bagi generasi penerus. Bersama Nazla Zain, putrinya, didirikanlah Ezzura, kelompok qasidah milenial dengan nuansa pop.

Choliq mengikuti jejak yang telah dirintis oleh ayahnya dahulu. Jika Nasida Ria terbentuk dari kumpulan murid mengaji, maka Ezzura terdiri dari anak-anak grup lomba rebana yang sering menang. Ezzura digawangi oleh sembilan perempuan muda.

Perpaduan Nasida Ria dan Ezzura ini diharapkan mampu menjangkau kalangan pendengar yang lebih luas. Bahkan sejak 2015 telah dibentuk fans club Sobat Nasida Ria sebagai wadah bagi para penggemar muda.

Album terbaru, album ke-36 Nasida Ria, Kebaikan Tanpa Sekat, dirilis pada 2020, terdiri dari 7 lagu, 3 di antaranya dibawakan oleh Ezzura. Album ini dirilis di berbagai platform media streaming melalui label mereka sendiri: Nasida Ria Entertainment.

Nasida Ria ketika merilis album terbarunya yang ke 36 / dok. istimewa

Album Kebaikan Tanpa Sekat juga dirilis dalam format boxset! Ekslusif edisi spesial 45 tahun berkarya, hanya beredar 300 edisi. Boxset ini berisi CD, T-shirt, booklet yang berisi foto-foto, lirik, dan partitur, serta sertifikat.

Sejak 1975, Nasida Ria terus berkibar!

 

____

Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …