Made Mawut – Tradisi

Sep 19, 2023

Kalau ada album Indonesia di bawah radar yang sama sekali tidak boleh dilewatkan di tahun ini jelas album ketiga Made Mawut yang berjudul, Tradisi. Dan jika bicara soal perkembangan, konsistensi dan kekuatan lirik musik blues lokal, Made Mawut adalah musisi blues Indonesia garda terdepan saat ini.

Setelah album perdana sangat mandiri, Blues Krisis (2014), Made merekam album kedua, Merdeka 100% (2020) dengan bantuan tangan dingin produser Dadang “Dankie” Pranoto (Navicula, Dialog Dini Hari & Pohon Tua) dan dirilis Pohon Tua Creatorium. Dengan beberapa materi diambil dari album pertamanya dengan aransemen baru kolaborasi bersinergi ini terbukti ampuh dan sempat masuk ke dalam daftar 10 Album Indonesia Terbaik 2019. Lalu apakah yang akan dibicarakan kali ini dalam album ketiganya?

Masih seperti album kedua, instrumen gitar akustik dimainkan bergaya delta blues menjadi instrumen musik dominan yang menemani vokal Made bernyanyi dengan nada pentatonik blues. Tidak mudah bermain sendiri, mempertahankan musik dan ketajaman liriknya di album ketiga dan di album Tradisi ini, harus diakui Made masih bisa terdengar fresh.

Made masih bernyanyi bernyanyi lirik bahasa Indonesia yang tajam dan kritis tentang isu-isu sosial di lingkungannya. Dibuka dengan “Bimbingan Orang Tua” yang mengritik  cara pendidikan orang tua muda ke anaknya yang masih kecil dalam balutan musik blues boogie yang cocok untuk jadi nomor pembuka. Terdengar bijak dalam balutan musik tradisional kulit hitam,

masalah tetap masalah / jika pandang itu masalah” dan juga “sebelum menerima / berikan dulu kasihmu

Made menembakan peluru reffrain catchy dan menggelitik di lagu “Drama” yang temponya lebih lambat,

Haruskan jadi susah / bila mudah tak masalah” 

Made bermalas-malasan ngeblues trippy di “Budaya Materi” berbicara soal kekuasan dan politik. Topik dan liukan vokalnya mengingatkan saat Kaka Slank sering bernyanyi blues malas di album-album awal Slank yang memang dipengaruhi musik blues.

Kejutan manisnya, Kaka pun tampil bernyanyi sebagai tamu di satu lagu, “Arak Steady Blues”. sebuah pilihan yang menarik. Seperti menarik kembali Kaka ke era awal-awal Slank yang sangat bluesy. Berdendang tentang pertemanan dan budaya minum arak yang sudah menjadi tradisi di Bali.

“Tak harus lebih untuk senang / Tak harus senja tuk berjumpa / Arak kawanku melebur duka”

Bicara kolaborasi ada kolaborasi, “Tabir Kelam”  yang begitu mencolok. Di sini Made membiarkan kolaboratornya, Nosstress untuk lebih menonjol dan mengambil alih musiknya menjadi lebih f0lk-ish. Di sini ulungnya Made sebagai penulis lirik Indonesia kembali terbukti. Tajam membicarakan tragedi pembantaian massal 65′ secara padat dan melodius hanya dalam 4 menitan.

“Berdiri diatas gundukan tak bernisan / Berjuta kepala dikubur tanpa kafan / Tergerus ombak disisir hujan // Hantu-hantu masa kelam / Ia datang bawa pesan / Negri ini harus menang / Dari pembodohan /Maka terungkaplah kebenaran”

Tak ingin bermuram lama-lama Made mengajak goyang di lagu “Durhaka Selamanya” yang bernuansa dangdut dengan kendang bertalu-talu. Ini kejutan lain yang menyenangkan. Kalau Rhoma Irama memadukan rock dan gitar berdistorsi dengan dangdut di 70an, Made memadukan musik dangdut dengan slide gitar dan irama bluesy dan hasilnya sangat ciamik.

Sebagai salah satu akarnya musik populer, musik blues di Indonesia nasibnya kurang seberuntung rekan sejawatnya, jazz yang sampai punya festival tahunannya sendiri yang berkala internasional. Festival musik blues sendiri hanya pernah beberapa kali terselenggara. Musisi blues Indonesia yang konsisten dan berkembang secara progresif pun terhitung sebelah tangan. Tapi dengan album ketiganya dengan topik-topik yang lebih berani Made melaju dengan pasti. Baik secara kualitas maupun konsistensi berkarya.

Tentu dengan tidak mengecilkan solois pionir delta blues di Indonesia, Adrian Adioetomo yang telah lebih dulu bermain dengan format yang serupa dengan Made Mawut. Namun jika melihat katalog dan keaktifan panggungnya, Made lebih unggul.

Meski tentu Made lebih diuntungkan dengan posisinya yang hidup di pulau Bali. Dengan kultur klab malam dan kafe-kafe yang jauh lebih hidup serta telinga-telinga lintas negara yang lebih terbuka untuk berbagai jenis musik lain.

 


 

Penulis
Anto Arief
Suka membaca tentang musik dan subkultur anak muda. Pernah bermain gitar untuk Tulus nyaris sewindu, pernah juga bernyanyi/bermain gitar untuk 70sOC.

Eksplor konten lain Pophariini

Ramalan 9 Musisi Indonesia yang Bersinar di 2025

Kami menerbitkan artikel ramalan musisi sejak awal 2022 sebagai bentuk harapan bahwa dengan menghasilkan karya yang bagus musisi tersebut pantas untuk mendapatkan apresiasi yang lebih di industri musik. Dari memilih 10 nama, semenjak 2023 …

Wawancara Eksklusif Ecang Live Production Indonesia: Panggung Musik Indonesia Harus Mulai Mengedepankan Safety

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pophariini masih banyak menghadiri dan meliput berbagai festival musik di sepanjang tahun ini. Dari sekian banyak pergelaran yang kami datangi, ada satu kesamaan yang disadari yaitu kehadiran Live Production Indonesia. Live …