Menyimak 10 Kisah Perjuangan Musisi di HUT RI ke-78

Aug 17, 2023

Perjuangan hidup setiap orang memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang berjuang demi mendapatkan hak yang semestinya oleh golongan tertentu atau sesederhana berjuang untuk menyambung hidup diri sendiri, keluarga, dan orang-orang terdekat.

Begitu pula dengan para musisi yang kerap menyampaikan apa yang menjadi perjuangan mereka lewat karya yang dihasilkan. Tak sedikit yang mengantarkan pesan melalui lirik, aksi, maupun bentuk perjuangan lain di media sosial.

Di perayaan HUT RI ke-78, Pophariini mengumpulkan cerita dari sejumlah musisi tentang apa yang mereka perjuangkan dalam hidup ini. Mulai dari kehidupan rumah tangga, masalah moral, hingga perjalanan dalam menyejahterakan rekan-rekan seprofesi.

Kami menemui para musisi di belakang panggung The Sounds Project yang digelar tanggal 11 – 13 Agustus lalu. Simak kisah perjuangan mereka yang sudah kami rangkum di bawah ini.


HIVI!

“Bayar kehidupan.” – Nadhia Aleida

“Berjuang untuk hidup.” – Ezra Mandira

“Yang pasti masih dipertahankan adalah bermusik bersama.” – Ilham Aditama

“Bagaimana caranya, tentu dengan cara yang baik. Sehingga karya, industri, dan penikmat musik di tanah air tetap bisa seperti keadaan yang sekarang. Penikmatnya bisa mendengarkan dan mengikuti festival dengan nyaman. Karya-karya musiknya punya pendengar dan industri musiknya bisa saling harmonis satu sama lain. Semoga ke depannya bisa lebih baik.” – Febrian Nindyo

 

Grrrl Gang

“Keluarga, terus orang-orang sekitar. Banyak orang yang masih belum seberuntung gue sekarang, yang harus kita perjuangkan sama-sama. Jadi, 78 tahun masih banyak yang harus dibenahi. Namanya juga negara baru.” – Akbar Rumandung

I guess as a woman, my right to feel safe in public settings and private settings.” – Angeeta Sentana

“Kesetaraan bagi semua penduduk Indonesia. Kalau bisa, semuanya dapat menikmati resource yang ada di Indonesia.” – Edo Alventa

 

B.O.H FM

“Kalau gue, yang masih gue perjuangkan adalah gimana caranya bikin orang Indonesia supaya pada mau antre. Sulit itu kayaknya. Pengalaman banyak, mungkin yang paling sering adalah ngantre di toilet. Zaman sekarang kan ngantre toiletnya gak kayak dulu ya, bikin satu line. Itu sebenarnya lebih enak kan? Setiap ada yang keluar dari toilet, masuk. Jadi kan lebih jelas gitu antreannya. Masih ada juga gitu orang yang berlagak bloon, berdirinya di depan pintu gitu. Terus, kalau umpamanya ditegur juga yang kayak hah hoh doang, padahal ya ampun deh, apa susahnya sih antre.” – Kenes Andari

“Gue sebenarnya tadi mau jawabnya lebih serius ya, tentang kesehatan dan pendidikan [tertawa]. Cuma kayaknya, ini lebih krusial sih. Gue kayak sering banget, ngantre masuk atau keluar pesawat orang buru-buru banget. Sama aja, jo. Pesawatnya juga berangkatnya sama. Jadi, gue setuju. Jawaban gue sama kayak dia (Kenes).” – Winky Wiryawan

 

Diskoria

“Kita belum bisa merdeka jadi diri sendiri karena menurut gue, kalau di industri musik itu semuanya masih market oriented, bukan kayak personal dari artisnya itu sendiri. Jadi, kadang artisnya udah punya personal atau brand value yang kuat. Akhirnya, harus give in lagi ke pasar karena mungkin ada rule of the game yang nggak tertulis gitu.” – Merdi Simanjuntak

“Bagaimana memperjuangkan orang tua agar percaya anaknya bisa hidup dari musik, misalnya.” – Fadli Aat

“Stigma lama yang menganggap, bahwa pekerjaan seniman itu tidak menjanjikan. Masih ada lah. Walaupun mungkin nggak sebanyak dulu.” – Merdi Simanjuntak

 

Padi Reborn

“Kalau saya, memperjuangkan harmoni.” – Satrio Yudi (Piyu)

“Kalau bicara perjuangan itu pasti nggak ada habisnya sampai kita mati. Kalau kita lihat sesuatu yang tidak harmonis seperti yang Mas Piyu bilang, pasti kita berusaha bikin harmonis. Jadi, yang diperjuangkan itu pasti banyak, sebagai musisi, keluarga, dan manusia Indonesia, pasti banyak yang kita perjuangkan.” – Andy Fadly

“Yang saya perjuangkan adalah produk lokal karena kebetulan saya sedang membuat brand gitar lokal (Homer Indonesia). Itu yang sedang diperjuangkan. Mungkin juga buat musik lokal, yang sedang diperjuangkan brother Piyu.” – Ari Tri Sosianto

“Oh itu, untuk pencipta lagu, terlebih kepada komposer. Tapi kembali lagi, pada intinya semua itu harus harmoni juga.” – Piyu

 

Fiersa Besari

“Oh. banyak hal dong, termasuk urusan perut kita masing-masing ya. Urusan keuangan dan ekonomi keluarga. Meskipun banyak orang-orang yang pesimis di luar sana, saya percaya Indonesia sudah merdeka kok. Tapi pertanyaannya, ketika kita telah merdeka dari penjajahan, kita sudah merdeka dari hal-hal yang menghantui kita hari ini belum. Makanya, rasa merdeka itu bukan lagi soal ‘merdeka untuk’, tapi ‘merdeka dari’. Banyak sekali orang yang salah paham. Ketika sudah merdeka, kita merasa, bahwa merdeka untuk melakukan hal-hal buruk. Padahal salah, yang benar adalah, kita merdeka dari hal-hal buruk. Jadi, mungkin yang harus diperjuangkan adalah membasmi orang-orang yang selalu merasa merdeka untuk melakukan hal-hal buruk, dengan merdeka dari hal-hal buruk.”

 

Parade Hujan

“Udara yang bersih.” – Aziz Kariko

“Pendidikan yang layak dan merata, gaji-gaji guru sama nelayan. Kita dibodohi banyak hal dan gue sampai detik ini menyuarakan, sadarlah tentang kemaritiman kita. Kita dibego-begoin, betapa kita harusnya bisa kaya dari kemaritiman. Kita sangat belum merdeka. Di Jepang harga (ikan) tuna bisa dibeli 23 milyar 1 ekor guys, di kita cuma 100-200 ribu. Pembodohan terjadi sangat besar di negeri ini.” – Mohammad Istiqamah Djamad (Is)

 

Pamungkas

“Agak berat dan dalam, cuma for the past six years, gue lagi mencoba untuk memperjuangkan kredibilitas seniman, musisi, dan songwriter untuk bisa dapat hak-haknya di Indonesia pada khususnya. Dan I think we’re progressing a lot. Semoga bisa lebih baik, sehat, dan transparan lagi. Jadi, yang hari ini cita-citanya jadi musisi, orang tuanya bisa melihat, bahwa pekerjaan ini bisa sangat menjanjikan.”

 

The Changcuters

“Hak pendidikan dan kesejahteraan rakyat.” – Muhammad Iqbal (Qibil)

“Masih banyak sekali PR di Indonesia, yang kalau kita bahas tidak akan ada habisnya. Jadi, ayo kita berjuang sama-sama biar suatu saat Indonesia bisa menjadi negara yang nomor satu di seluruh dunia.” – Tria Ramadhani (Tria)

“Karena semuanya sudah mendukung sebenarnya. Tinggal menyatukannya saja.” – Dipa Hasibuan (Dipa)

“Dan mungkin kesetaraan juga di musik. Nanti festival-festivalnya nggak hanya di ibu kota, tapi di kota-kota mana pun, kita bisa tampil dengan ramai.” – Arlanda Ghazali (Alda)

 

Mahalini

“Keselarasan antar manusia. Soalnya, kadang manusia itu tidak bisa memanusiakan manusia. Misalnya nih, ada public figure. Biasanya kan ada tuh yang comment misalnya, ‘Kamu tuh kan public figure, harusnya kamu bisa menerima a, b, c, d, e’. Tapi kamu lupa, kalau kita juga manusia, bahwa kita juga punya perasaan. Dan kalau kamu digituin, kamu suka nggak. Itu salah satu contoh ya. Kita tuh suka lupa memanusiakan manusia. Misalnya, kamu nge-judge orang. Padahal kalau digituin juga kamu nggak enak. Jadi lebih baik, hidup dibawa santai aja. Kalau stres, ya udah stres aja sendiri nggak usah dibagi-bagi. Boleh sih dibagi-bagi untuk bercerita, cuma jangan meluapkan atau bikin orang juga menjadi bagian dari stres kamu.”

 

Ilustrasi oleh Agung Abdul Basith.


 

Eksplor konten lain Pophariini

Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar

Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini.  …

We Are Neurotic Mempersembahkan Album Mini Terbaru Asian Palms

Trio disco dan jazz asal Jakarta, We Are Neurotic menutup tahun 2024 lewat perilisan album mini terbaru yang diberi nama Asian Palms (13/12) bersama C3DO Recordings sebagai label naungan.     Album Asian Palms …