Nadin Amizah – Untuk Dunia, Cinta, dan Kotornya
Setelah melewati kegamangan, ketakutan usia 20 dengan album Selamat Ulang Tahun yang gemilang, Nadin Amizah kembali dengan album kedua, Untuk Dunia, Cinta, dan Kotornya, yang reflektif dan monolog dengan sisipan musik Nusantara yang syahdu.
Total 11 lagu hadir begitu intim, dominan sudut pandang aku, kamu, dan topiknya seputar diri sendiri. Musiknya jitu. Langsung menyergap telinga dengan nyaman. Keintiman lirik dalam balutan musik akustik syahdu pun menambah rasa nyamannya.
Aransemen musik Untuk Dunia, Cinta, dan, Kotornya sendiri seperti melanjutkan tongkat estafet musik akustik Indonesia dengan estetika maksimal. Seperti album Dunia Batas, milik Payung Teduh dan sedikit elemen Sore yang lebih elektrik.
Aransemen musik Untuk Dunia, Cinta, dan, Kotornya sendiri seperti melanjutkan tongkat estafet musik akustik Indonesia dengan estetika maksimal. Seperti album Dunia Batas, milik Payung Teduh dan sedikit elemen Sore yang lebih elektrik
Lagu “Rayuan Perempuan Gila” yang sempat sangat viral adalah contoh sempurna. Lirik kuat, dibalut musik irama lenso yang dipengaruhi musik Nusantara: Ambon dan Maluku. Produser Lafa Pratomo yang jadi terdakwa membuat lagu ini terasa cepat serta mudah menempel di telinga. Liriknya tidak usah ditanya lagi,
Panggil aku perempuan gila / Hantu berkepala, keji membunuh kasihnya / Penuh ganggu di dalam jiwanya / Sambil penuh cinta diam-diam berusaha
Setelah di album sebelumnya merangkai lirik ‘bajingan’ dan ‘bun’ (bunda) dalam satu tarikan nafas dan terdengar indah, kali ini Nadin merangkai kata-kata, perempuan gila, hantu berkepala, keji membunuh, ganggu di jiwa dalam satu kalimat dan bisa terdengar puitis.
Lagu “Rayuan Perempuan Gila” yang sempat sangat viral adalah contoh sempurna. Lirik kuat, dibalut musik irama lenso yang dipengaruhi musik Nusantara: Ambon dan Maluku
Lagu ini sangat kuat sebagai single pertama. Bicara kerendahan hati manusia yang tidak sempurna. Mengingatkan penulisan lirik Eros Candra dkk. Sheila on 7, salah satunya di “Hari Bersamanya” tapi dalam sudut pandang perempuan. Ramuan musik lenso-nya yang mengajak badan bergoyang juga mengingatkan pada album kompilasi lawas Indonesia, Menari Dengan Irama Lenso (1965).
Singel kedua, “Semua Aku Dirayakan” tidak kalah menarik. Balada pop orkestra indah tentang penerimaan diri dan permohonan maaf setelah menjadi perempuan gila. Single ketiga “Tawa” menjadi penawar refleksi diri dan kegamangan karena menyalahkan diri sendiri. Musiknya mengecoh. Bernuansa musik reggaeton, Jamaika, tapi chorus-nya berujung cantik dan megah. Perayaan penerimaan diri ini semakin klimaks disambut oleh suara paduan suara anak-anak yang polos.
Dalam “Berpayung Tuhan” ekpektasi ini tertalu tinggi. Berharap Nadin punya sudut pandang menarik terhadap sang pencipta, namun saya tidak menemukan hal tersebut. Meski begitu sempilan irama lenso yang perkusif kembali muncul berpadu dengan musik megah yang sinematik.
Musik perkusif bertalu-talu, nuansa akustik melayu kekinian, selipan irama lenso dengan ritem bertumpuk yang sangat indah, iringan orkestra yang tebal berlapis lapis. Ditambah gitar akustik berdenting menari-nari seolah menegaskan akar musik pop-folk Nadin
Jatuh cinta pada pendengaran pertama saya adalah lagu cinta sederhana “Ah” yang seperti mendengar Nadin diiringi oleh Sore saat masih bersama Mondo Gascaro. Mengalun tenang syahdu, namun membuat badan ingin bergoyang.
Kehadiran para produser berbeda dari album sebelumnya terbukti memperkaya musikalitas album kedua ini. Musik perkusif bertalu-talu, nuansa akustik melayu kekinian, selipan irama lenso dengan ritem bertumpuk yang sangat indah, iringan orkestra yang tebal berlapis lapis. Semua ditambah gitar akustik berdenting menari-nari seolah menegaskan akar musik Nadin yang masih pop-folk.
Nadin juga masih mengumbar kepiawaian bermain kata-kata tanpa terdengar berlebihan, kali ini fokus pada soal penerimaan diri. Ini contohnya
Jangan ditelan banyak-banyak / Aku dan pahitku dan kotorku, – “Jangan Ditelan”
Tanganku yang berapi-api / diciumnya tanpa banyak pikir // Belum pernah aku menghidupkan sesuatu / Tapi di pelukku engkau tumbuh – “Tapi Diterima”
Dan ku tahu aku kecil tahu / Siapapun aku, apapun yang ku tahu / Kurang banyak, masih belum cukup, – “Nadin Amizah”
Album ditutup dengan lagu monolog delapan menit berjudul namanya sendiri. Menjadi lagu terpanjang, dan bukti ulungnya story telling Nadin. Secara keseluruhan, rapihnya cara bertutur tentang proses penerimaan diri dari lagu pertama hingga terakhir menjadi alasan lagu “Nadin Amizah” ini bisa diterima sebagai penutup Untuk Dunia, Cinta, dan, Kotornya yang sempurna tanpa terdengar ganjil.
Meski lagunya kerap viral di TikTok, namun melalui album ini ia membuktikan dirinya lebih dari itu. Perkembangan musikalitas dan pendewasaan lirik di usianya yang belia ini mengingatkan pada musisi yang merilis karya terbaiknya di awal usia 20an
Kehadiran lagu ini juga bukti dirinya sebagai anomali di antara para singer/songwritter perempuan. Dengan tanpa mengecilkan nama lain, sulit dibayangkan, mereka berani dan bisa menemukan sudut pandang yang pas untuk mencipta lagu berjudul namanya sendiri. Semua membuktikan album sophomore ini berhasil melampaui album pertamanya. Serta mematahkan kutukan album kedua.
Belum lagi kenyataan usia belia Nadin. Di usia 20 menghasilkan Selamat Ulang Tahun yang gemilang. Lalu mematahkan kutukan album kedua dengan bermonolog tentang penerimaan diri di Untuk Dunia, Cinta, dan, Kotornya di usianya 23 tahun saat ini. Sederet penghargaan bergengsi AMI Awards 2020, dan Billboard Indonesia Music Awards 2022 menghiasi karirnya. Termasuk yang terbaru, “Rayuan Perempuan Gila” yang masuk nominasi AMI Award 2023.
Meski lagunya kerap viral di TikTok, namun melalui album ini ia membuktikan dirinya lebih dari itu. Perkembangan musikalitas dan pendewasaan lirik di usianya yang belia ini mengingatkan pada musisi yang merilis karya terbaiknya di awal usia 20an. Seperti Frau saat merilis Starlite Carousell, duet Eross Candra dan Duta Sheila on 7 di awal karir mereka. Atau kelas berat seperti Chrisye, Vina Panduwinata dan Fariz RM yang merilis karya gemilang di usia belia mereka.
Apa menyamakan Nadin dengan mereka terdengar berlebihan? Biarkan waktu yang menjawabnya.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Ramalan 9 Musisi Indonesia yang Bersinar di 2025
Kami menerbitkan artikel ramalan musisi sejak awal 2022 sebagai bentuk harapan bahwa dengan menghasilkan karya yang bagus musisi tersebut pantas untuk mendapatkan apresiasi yang lebih di industri musik. Dari memilih 10 nama, semenjak 2023 …
Wawancara Eksklusif Ecang Live Production Indonesia: Panggung Musik Indonesia Harus Mulai Mengedepankan Safety
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pophariini masih banyak menghadiri dan meliput berbagai festival musik di sepanjang tahun ini. Dari sekian banyak pergelaran yang kami datangi, ada satu kesamaan yang disadari yaitu kehadiran Live Production Indonesia. Live …