Rekomendasi: The Bunbury – Alius Malicious
Butuh waktu hampir dua tahun bagi saya untuk kembali menengok The Bunbury, unit indie pop asal Yogyakarta sejak pertemuan pertama di bulan Februari tahun 2020 lalu.
Pada momen tersebut, kebetulan saya sedang bersama rombongan dua nama dari Bandung, CJ1000 dan Astrodoom yang sedang menjalani mini tur ke Yogyakarta. Mirza, vokalis dari The Bunbury mempersilakan rombongan kami untuk menginap di kediamannya selama rangkaian tur tersebut.
Kebetulan lagi, dua nama yang sedang tur tersebut berbagi panggung dengan The Bunbury di rangkaian terakhir perjalanan. Sebuah kesempatan bagi saya untuk menyaksikan penampilan mereka, juga dengan anggapan bahwa akan memakan waktu lama lagi untuk menemui mereka kembali.
Anggapan tersebut, sampai sekarang masih bergulir. Belum ada pertemuan kembali antara saya dengan The Bunbury dalam kontak fisik, namun kali ini pertemuan diwakili oleh kaset pita berisikan empat nomor, dengan tajuk Alius Malicious yang juga didapuk sebagai EP debut mereka.
Selalu menyenangkan jika berbicara mengenai warna-warni indie pop di Indonesia. Akan selalu ada nama-nama baru yang bersenang-senang dengan pakem tersebut dan tentu membawa eksplorasi di dalamnya. Dan The Bunbury dengan EP debutnya ini, masuk dalam warna-warni tersebut.
Alius Malicious dibuka oleh “Hide Me From The Sun”, sebuah nomor yang sejatinya sudah diperdengarkan terlebih dahulu di pertengahan tahun ini. Sedari durasi awal, The Bunbury langsung menyuguhkan nomor jangle-pop penuh perpaduan antara riff-riff gitar yang berlarian ke sana ke mari, cabikan bas dan pukulan-pukulan drum penuh enerji, juga dengan vokal yang menjadi satu keunikan tersendiri dari sang kuintet.
Nomor kedua dan ketiga, “Blue Haze” dan “Act Of Treason” lebih intens. Kembali, kekuatan vokal dari Mirza menjadi yang menonjol, juga sebagai sebuah argumen dari saya bahwa saya rasa sang vokalis terlalu banyak menelan persona seorang Morrisey di perjalanannya.
EP debut ini ditutup oleh “Hallelujah” yang bergulir sepanjang 6 menit lamanya. Dengan durasi sepanjang itu, The Bunbury membalutnya dengan musik (yang walau terasa repetitif) yang tidak membosankan dan tidak membuat bertanya-tanya di mana ujungnya.
Kejutan hadir di setengah durasi nomor ketika temponya dinaikkan secara maksimal menuju puncaknya. Distorsi gitar kembali meliuk-meliuk, vokal yang ditaruh di belakang dan warnanya yang melebar ke arah post rock, layaknya sebuah ajang bagi para personel untuk mempertunjukan keahlian mereka dengan instrumennya.
Empat nomor yang intens, empat nomor yang – bagi saya – bisa menjadi perkenalan yang menyenangkan dari The Bunbury untuk telinga pendengar yang lebih luas lagi.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …