Romantic Echoes Dan Tembang Lokal Berdurasi Panjang

Feb 25, 2021
Sepanjang Jalan Kenangan: Mengenang Tembang Lokal Berdurasi Panjang

Sebelum membahas Romantic Echoes dengan lagu berdurasi 9 menitnya mari kembali ke tahun 2018. Kala seorang penyanyi dangdut Siti Badriah dan “…emang lagi syantik, tapi bukan sok syantik” -nya menjadi lagu yang sulit dihindari. Selalu ada ke mana pun kaki kita melangkah. Album Mantra Mantra, karya Kunto Aji yang masih menjadi primadona bahkan hingga kini, juga rilis pada tahun ini. Album ini kelak yang jadi referensi dan selalu Baskara Putra alias Hindia bawa apabila orang-orang bertanya perihal salah satu inspirasinya dalam mengerjakan album Menari Dalam Bayangan.

Bergeser ke dunia layar lebar, di tahun 2018, penikmat film Indonesia juga kebagian jatah untuk mencicipi sebuah tayangan yang menyenangkan. Bukan Pidi Baiq dan Dilan 1990 yang kita bicarakan. Meskipun hasil penyutradaraan pentolan The Panas Dalam Band ini terbilang sukses, tapi cerita asmara 90-an Dilan masih kalah necis dibanding kisah hidup Farrokh Bulsara––belakangan kita kenal sebagai Freddie Mercury.

Bohemian Rhapsody, sedari hari pertama rilisnya di 27 Oktober 2018, sudah mampu mencuri perhatian. Ada satu partikel di dalamnya yang membuat tulisan ini terbentuk. Ditunjukan seorang bos perusahaan rekaman bernama Ray Foster –yang sepertinya merujuk pada bos EMI, Roy Featherstone. Perannya adalah untuk memberikan saran agar Queen membuat musik yang bisa ‘dijual’. Foster membenci lagu “Bohemian Rhapsody” saat pertama kali mendengarnya dan menolak menjadikan lagu itu sebagai singel.

Romantic Echoes –moniker J. Alfredo punya nasib yang lebih mujur dibanding Queen. Menutup Mata Untuk Melihat Dunia, tembang ciptaannya yang berdurasi 9 menit 19 detik tidak membuat berang Balian Panjaitan sang manajernya. Dibubuhi gelak tawa, ketika ditemui langsung, J.Alfredo dan sang manager sama-sama mengingat kala lagu ini direncanakan untuk memiliki durasi sepanjang 10 menit. Angka yang cukup jarang kita temukan berperan sebagai durasi lagu. Lebih mendekati durasi untuk menyantap sepiring nasi padang, di kala kelaparan.

Romantic Echoes lebih mujur dibanding Queen. Menutup Mata Untuk Melihat Dunia, yang berdurasi 9 menit tidak membuat berang  manajernya.

Romantic Echoes sukses memberi persona bak sosok yang penyayang, perhatian, dan pendengar yang baik. Barangkali punya sifat-sifat yang kita harapkan ada dalam diri orang yang kita sayang. Menutup Mata Untuk Melihat Dunia adalah bentuk validasinya. Ia juga giat. Lagu berdurasi panjang ini ia tuntaskan dalam satu bulan. Ada banyak tujuan di balik pembuatannya. Dalam 9 menit 19 detik ini banyak yang diwakilkan. Pertama, Menutup Mata Untuk Melihat Dunia adalah rangkuman dari albumnya terdahulu, Persembahan Dari Masa Lalu. Kedua, sisi pendengar yang baik darinya yang terbukti. Materi album ini disusun lewat serbuan respon positif dari para pendengar yang menikmati albumnya.

Sembari meneguk segelas es kopi dan melayangkan tatapan yang menyala-nyala, ada ambisi enteng yang ia tenteng bersamaan dengan rilisnya lagu berdurasi panjang ini. Yaitu, gimmick. Satu kata yang tak asing kaitannya dalam segi kreatif dan promosi. Terakhir, di balik riuh rendah materi lagu yang berdurasi panjangnya tidak lazim ini, dan pertunjukan eksplorasi bermusik yang megah, 9 menit 19 detik dalam lagu ini adalah after credit atau after party dari pesta dan huru-hara yang lebih dulu berlangsung –album Persembahan Dari Masa Lalu.

Efek Rumah Kaca juga menyumbangkan trek berdurasi panjang dalam album Sinestesia

Bagi J. Alfredo atau mungkin bagi Cholil dan teman sejawatnya dalam Efek Rumah Kaca yang juga menyumbangkan trek berdurasi panjang dalam album Sinestesia, lagu berdurasi panjang adalah bentuk kebebasan. ‘Merah’, ‘Jingga’, dan ‘Kuning’ masing-masing berdurasi 11 menit 21 detik, 13 menit 29 detik, dan 12 menit 17 detik. ‘Biru’ dan ‘Putih’ juga nyaris genap 10 menit. Hanya ‘Hijau’ yang menarik tuas rem lebih cepat. Trek ini menempuh perjalanan sepanjang 7 menit 46 detik. Lebih pendek dibandingkan rekan-rekannya yang lain, tapi masih saja panjang dibanding durasi lagu pada umumnya yang berkutat di tiga, empat menit.

Walaupun awalnya tidak merencanakan untuk menetaskan karya yang berdurasi sedemikian larutnya. Vokalis Pijar ini mengaku bahwa lagu yang disebutkan Matter Mos sebagai salah satu materi terbaik selama dekade terakhir ini –yang saya kutip dari komentar Matter Mos dalam kolom komentar video musik dari lagu ini, adalah bentuk dari kepribadiannya yang banyak mau. Untuk tidak menyebutkan dirinya sebagai seorang musisi dengan beragam pemikiran yang kompleks.

Hal ini selaras dengan analisis yang saya bangun. Nama-nama yang doyan atau minimal pernah merilis lagu-lagu berdurasi panjang memang pribadi yang umumnya kompleks dan kritis. Ini bisa saja jadi cara untuk menuangkan hal-hal menjelimet yang memenuhi pikiran mereka. Daftarnya terbentuk dan terus berjalan. Freddie Mercury yang kompak bersama Queen untuk meramu “Bohemian Rhapsody”. Ada Guruh Soekarnoputra yang abadi bersama Gipsy dalam Guruh Gipsy. Efek Rumah Kaca dalam Sinestesia. Hingga yang terbaru dan menjadi perangsang terciptanya artikel ini – Romantic Echoes dan “Menutup Mata Untuk Melihat Dunia”.

Radio friendly juga jadi hal yang lincah bermain di kepala Balian Panjaitan saat “Menutup Mata Untuk Melihat Dunia” pertama kali dicanangkan. Sosok yang juga ada di balik perjuangan Oslo Ibrahim ini tidak dapat memungkiri bahwa radio adalah medium yang punya peran besar, apalagi ketika membahas tentang dampaknya pada pemasaran karya. Beberapa waktu, kolaborasi dengan radio juga masih terus ia terapkan. Kendati demikian, risiko soal anggapan lagu yang tidak radio friendly telah mampir dan tidak terlalu ia ambil pusing.

Macam “Indonesia Maharddhika” dari Guruh Soekarnoputra dan Gipsy yang punya durasi 15 menit 44 detik, “Asmat Dream” dari Harry Roesli, hingga “Menutup Mata Untuk Melihat Dunia” hasil ramuan J. Alfredo

Batas durasi ideal untuk pemutaran lagu pop di radio komersil (mainstream radio) adalah sekitar tiga menit, dengan toleransi kira-kira sampai dengan 30 detik lebih panjang. Setidaknya jawaban ini yang saya dapatkan saat membuka sebuah platform diskusi dalam jaringan dan mengajukan pertanyaan terkait durasi ideal sebuah lagu. Akibatnya, kita terkadang melihat keterangan (Radio Edit) setelah judul lagu, untuk menunjukkan bahwa durasi lagu tersebut sudah diperpendek supaya sesuai standar, dan juga disensor apabila liriknya dianggap terlalu vulgar.

Apabila kita lempar lebih jauh lagi ke belakang, keputusan perihal panjang ideal dari sebuah lagu dalam industri musik sangat berhubungan dengan kapasitas media penyimpanan. Sebelum perusahaan label rekaman Columbia menciptakan piringan hitam jenis LP (Long Playing) circa 1948, pada umumnya sebuah piringan rekaman hanya mampu menampung lagu berdurasi sekitar tiga menit saja.

Lagu berdurasi panjang adalah salah satu dari sekian banyak hal yang membuat industri musik menjadi menyenangkan. Tingkah-tingkah jahil atau bisa jadi idealis macam ini selalu menarik untuk dinantikan. Sedikit banyaknya, dan tanpa kita sadari, hal-hal ini terus dan akan selalu kita butuhkan. Macam “Indonesia Maharddhika” dari Guruh Soekarnoputra dan Gipsy yang punya durasi 15 menit 44 detik, “Asmat Dream” dari Harry Rusli, hingga “Menutup Mata Untuk Melihat Dunia” hasil ramuan J. Alfredo, semuanya adalah asset berharga dan legendaris untuk musik lokal, yang menjadikannya kaya dan beragam.

Lantas, bagaimana menurut kalian? Apakah sebenarnya durasi ideal untuk sebuah lagu, nyata adanya? Apa justru baru tau kalau sebenarnya di sekitar kita ada banyak sekali rilisan dengan durasi yang cukup membuat mata membelalak. Bisa tiga sampai empat kali lipat dari durasi lagu yang biasa kita temukan. Ah iya, sebutkan juga lagu-lagu lokal berdurasi panjang yang kalian anggap berkesan, ya!

Penulis
Hillfrom Timotius
Lulus SMA saat pandemi Covid-19 dan mengikuti Ospek di depan layar laptop. Pembaca dan penulis. Mendirikan School For Cool. Fans berat serial How I Met Your Mother, Bakmie Cong Sim, dan Nuran Wibisono. Oh ya, kalau nama saya terlalu sulit, kamu bisa memanggil saya Ipom. Salam kenal.

Eksplor konten lain Pophariini

Bank Teruskan Perjalanan dengan Single Fana

Setelah tampil perdana di Joyland Bali beberapa waktu lalu, Bank resmi mengumumkan perilisan single perdana dalam tajuk “Fana” yang dijadwalkan beredar hari Jumat (29/03).   View this post on Instagram   A post shared …

Band Rock Depok, Sand Flowers Tandai Kemunculan dengan Blasphemy

Setelah hiatus lama, Sand Flowers dengan formasi Ilyas (gitar), Boen Haw (gitar), Bryan (vokal), Fazzra (bas), dan Aliefand (drum) kembali menunjukan keseriusan mereka di belantika musik Indonesia.  Memilih rock sebagai induk genre, Sand Flowers …