School of Rock: Menengok Kampus-Kampus Pencetak Rock Star
Ada tiga hal esensial bagi mahasiswa yang membedakan hidupnya dengan pelajar-pelajar di bangku sekolah: buku, pesta, dan cinta. Buku jadi lambang mahasiswa sebagai agen intelektual yang (harapannya) mampu memberi perubahan di kehidupan masyarakat. Pesta adalah simbol aktualisasi agar tidak melulu hidup di menara gading kehidupan akademik. Dan cinta adalah fitrah.
Beberapa kampus menjadi pengejawantahan paling sahih trinitas buku, pesta, dan cinta. Tak heran selain menelurkan intelektual-intelektual terbaik yang dimiliki negara ini, kampus-kampus berikut juga mencetak penguasa panggung-panggung musik tanah air. Pop Hari Ini menelusuri beberapa perguruan tinggi dengan alumnus-alumnus musisi di titik penting industri musik tanah air
Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Saat era pensi mencapai titik puncak di pertengahan dekade 2000-an, jebolan-jebolan dari kampus yang berada di kompleks Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat ini adalah mesin penarik massa paling sukses. Mulai dari Naif, The Upstairs, White Shoes and The Couples Company, Goodnight Electric, The Adams, sampai Clubeighties. Kampus yang pendiriannya diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta paling sukses, Ali Sadikin, ini juga menjadi saksi kelahiran nama-nama yang kelak akan dikenang sebagai salah satu pionir pertumbuhan kancah musik independen dan peletak cetak biru musik indie-pop Tanah Air, Rumahsakit.
Wendi Putranto dalam artikel berjudul IKJ: School of Rock menyebut IKJ sebagai kampus yang paling banyak mencetak gembel naik kelas. Istilah ini ia ambil dari lagu lagu “Gembel Naik Kelas Dipotret Gubernur” milik kelompok Benclang-Benclung yang salah satu anggotanya adalah aktor Subarkah Hadisarjana alias Barkah. Benclang-Benclung adalah grup humor yang dibentuk tahun 1979 untuk mengikuti Festival Musik Humor Tingkat Nasional yang digelar oleh Lembaga Musik Humor Indonesia di Taman Ismail Marzuki. Anak-anak IKJ itu mendapat juara kedua. Juara pertamanya Djaduk Ferianto, kemudian dikenal lewat kiprahnya di kelompok musik Kua Etnika, Teater Gandrik, dan orkes humor Sinten Remen. Juara harapannya jatuh pada Virgiawan Listianto. Di kemudian hari dia dikenal dengan nama Iwan Fals yang sempat kuliah dua semester sebelum memutuskan mundur untuk akhirnya menjadi solois pria paling berpengaruh di Indonesia sampai hari ini.
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Tidak banyak unit kegiatan mahasiswa di bidang musik yang menaruh perhatian lebih pada aspek “belakang panggung”. Di antara yang sedikit itu adalah Forum Musik Fisipol (FMF) yang awalnya berdiri pada tahun 1997 sebagai salah satu badan otonom mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM. “Fakultas kami hampir nggak punya produk band seperti Sastra, jadinya lebih ke memfasilitasi anak-anak yang punya band. Akhirnya kami malah lebih kuat di aspek produksi,” jelas Priambodo Adi Nugroho alias Tuki, salah satu eksponen FMF angkatan 2005-2010 yang kini bermukim di Denmark. Menurut Gading Paksi, FMF memberi pemikiran luas kalau berkarir di musik tidak harus jadi musisi. Gading mengaku belajar banyak dari FMF tentang skema produksi pertunjukan. “Konser tidak melulu di lapangan besar dengan sound dan lampu yang masif. Aku banyak belajar mengakali teknis ruang, menyulap ruang kecil jadi tempat pertunjukan yang layak dan intim,” ujar Gading yang kini bekerja sebagai manajer teknis untuk pementasan Pappermoon Puppet Theatre dan Teater Garasi.
Beberapa event besar yang lahir dari tongkrongan di bawah pohon bodhi Fisipol UGM ini antara lain adalah Parkinsound (1998-2004) yang merupakan salah satu pembuka ajang musik elektronik skala besar di Indonesia dengan Marzuki Mohammad a.k.a Kill The DJ, Ugoran Prasad, Ari Wulu, Jompet, dan Yosef Herman Susilo sebagai pelopornya. Pertama kali digelar di concert hall Lembaga Indonesia Prancis Yogyakarta, Parkinsound termasuk yang mengawali era rave party dengan mengambil venue di area proyek pembangunan Gedung Olahraga Universitas Negeri Yogyakarta sampai puncaknya di pelataran candi Prambanan pada gelaran terakhirnya tahun 2004. Juga Lockstock yang terakhir kali dihelat tahun 2013. Pertama kali digelar pada tahun 2009, Lockstock yang diprakarsai mendiang Yustinus Yoga “Kebo” Cahyadi ini dimaksudkan menjadi wadah berbagi panggung bagi musisi-musisi Yogyakarta lintas genre yang selama ini kurang mendapat sorotan. Tentu saja FMF tidak melupakan khittah sebagai badan otonom musik dengan mencatatkan nama-nama seperti Melancholic Bitch juga Jogja Hiphop Foundation sebagai beberapa alumnus yang namanya terpacak besar di buku angkatan.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …
CARAKA Suarakan Berbagai Emosi di Album Terbaru NALURI
Unit pop asal Tegal, CARAKA resmi luncurkan album bertajuk NALURI (15/12). Melalui sesi wawancara yang berlangsung pada Senin (16/12), CARAKA membagikan perjalanan band dan hal yang melatarbelakangi rilisan terbarunya. CARAKA merupakan band …