5 Album Reggae Indonesia Pilihan Pophariini
Jalur musik reggae Indonesia terbuka di tahun 90an. Disahkan oleh album solo milik salah satu pentolan dari Geng Potlot yang pernah menjadi salah satu vokalis/bassis era awal Slank, dan yang juga merupakan kakak kandung gitaris Didit Saad yang kini memperkuat Stars and Rabbit. Dia adalah Imanez yang merilis album Anak Pantai di tahun 1994.
Dari situ genre musik Jamaika berkembang pesat di Indonesia. Ada yang condong ke musik ska yang diadopsi para musisi 90an, ada yang tetap setia pada akar musik Bob Marley, maupun yang memperluas musiknya ke arah dub ataupun dancehall/ragga yang lebih terpengaruh musik hip hop.
Sejak 90an hingga kini, berbagai grup musik/solois Indonesia yang mengusung musik Jamaikan bermunculan dan merilis album yang menarik. Festival musik Jamaikan pun berkali-kali di gelar dan para nama-nama besar pengusung musik Jamaikan ini selalu disesaki oleh penonton yang bernyanyi dan bergoyang. Hal yang lumrah ditemu di festival musik manapun.
Dari era 90an hingga 2020 kemarin inilah 6 album reggae Indonesia pilihan Pophariini. Kalau ada yang terlewat silahkan tambahkan di kolom komentar di bawah!
Imanez – Anak Pantai (1994)
Salah satu warisan terbesarnya pada musik Indonesia adalah lagu “Anak Pantai” dan bahwa anggapan musik reggae itu selalu identik dengan pantai, suka santai, mencintai damai dan “party selalu”. Salah satu alumni Geng Potlot ini merupakan pembuka jalan musik reggae di Indonesia dan album Anak Pantai ini menjadi album reggae pertama di Indonesia. Meskipun materi dalam album ini bercampur dengan rock alternatif dan tidak sepenuhnya lagu-lagu bergenre reggae, namun image Imanez sebagai pioneer musik reggae Indonesia karena akan selalu lekat sampai kapanpun.
Shaggydog – Kembali Berdansa (2006)
Dari Yogyakarta sextet ini merilis album kedua yang begitu matang dan vokal Heruwa sebagai penyanyi reggae pun semaking matang. Tak hanya bernyanyi dengan cengkok R&B klasik (yang menjadi akar musik reggae) dengan bahasa Indonesia, ia pun menyelipkan toast dengan pengaruh dancehall/ragga yang kemudian banyak menginspirsi kalau reggae tidak hanya Bob Marley saja. Kepiawaian Shaggydog meramu musik reggae, dub, ska dengan bossanova dan rock pun tersaji begitu pas di album ini.
Ras Muhamad – Satryo (2020)
Pernah mengklaim dirinya sebagai Duta Reggae Indonesia, dan memang layak menyandangnya. Album Satryo ini menjadi salah satu album terbaik Indonesia di 2020 versi Popharini sekaligus album kedua yang dirilis secara internasional oleh label Jerman dengan menggunakan lirik multi bahasa, Indonesia, Inggris, Jawa, dan Arab. Go international dalam artian yang sebenarnya serta menempatkan dirinya di dalam jajaran musisi reggae Indonesia yang berbeda dan sulit disamai.
Indonesian Rice – Prolog (2016)
Album perdana yang satu ini tidak boleh dianggap remeh. Dari Surabaya yang cuacanya terik muncul kuintet yang merilis album Prolog yang memainkan musik Jamaika dengan skill tinggi dan menghasilkan musik reggae dub yang begitu bertenaga sekaligus joget-able. Berlirik Indonesia dengan personil yang soulful memainkan musik Jamaikan dan kehadiran frontman Daddy T yang mampu bernyanyi dan toasing adalah kombinasi yang sempurna di album perdana Indonesia Rice ini.
The Paps – Hang Loose Baby (2007)
Dari Bandung ada reggae gunung yang dikomandoi oleh mahasiswa seni rupa ITB, Dave Syauta. Melabrak stereotip reggae itu musik santai dan musik pantai, hadir dengan musik fusi musik dub dan psikadelik yang mengawang-awang dan minus pemakaian seksi tiup seperti band reggae pada umumnya. Jangan lupakan juga kharisma sosok Dave Syauta sebagai penulis lirik dan penyanyi yang berkarakter. Dengan husky voice nya Dave bernyanyi malas-malasan tapi penuh penjiwaan dan tepat sasaran.
Shore – Dance Sing Mood (2017)
Di album ketiganya, kuartet ini bereksperimen dengan musik rocksteady yang lebih tenang, mengalun syahdu dengan sentuhan dub dan dengan alunan vokal perempuan Ega yang berpadu dengan bassline dan drum yang ciamik dengan ruang yang cukup terumpet dan menghasilkan album musik Jamaika yang sangat chill out. Di album ini adalah titik di mana Shore menemukan sound Jamaika-nya sendiri dengan musik sederhana tapi begitu kuat. Sayangnya paska album ini Shore lalu memutuskan untuk membubarkan diri.
____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
CARAKA Suarakan Berbagai Emosi di Album Terbaru NALURI
Unit pop asal Tegal, CARAKA resmi luncurkan album bertajuk NALURI (15/12). Melalui sesi wawancara yang berlangsung pada Senin (16/12), CARAKA membagikan perjalanan band dan hal yang melatarbelakangi rilisan terbarunya. CARAKA merupakan band …