Album Mengubah Hidup: Leonardo Ringo

Jun 9, 2019

Leonardo Ringo saat ini tengah menjalani hidupnya dengan nyaman. Pasca vakumnya Leonardo and His Impeccable Six, ia reunian dengan rekan-rekan lamanya di Zeke And The Popo. Hasilnya? The Three Magical Penguins dirilis. Tak hanya itu, salah satu single dari mini album ini, “Alisha” dibuatkan video kunci gitar oleh sang gitaris band ini.

Melihat lebih dalam, selain musisi, Leonardo ternyata adalah sosok dengan ide dan energi yang besar. Di luar musik, ia mendalami fotografi dan penyutradaraan. Tanpa kita sadari beberapa video musik pernah disutradarainya, Dari Sore, L’Alphalpha, Sentimental Moods sampai Matajiwa.

Di edisi Album Mengubah Hidup awal bulan ini, PHI mengundang Leonardo Ringo untuk bercerita soal satu album yang telah mengubah hidupnya, sebuah album yang telah berjasa membentuk pribadinya seperti sekarang.

Album itu adalah Closing Time milik musisi asal Amerika, Tom Waits. Mari kita dengar kisahnya.

Piringan Hitam Tom Waits – Closing Time / dok. sinistersaladmusikal.files.wordpress.com

Waktu tahun 2000 (kalo nggak salah) Adrian Adioetomo (musisi/gitaris blues) mainin lagu “Martha” di kamarnya. Gue denger “Anjing, lagu lo yan?” Dia bilang “bukan, lagunya Tom Waits”. Gue jawab “who?”

Inilah perjumpaan audio gue pertama dengan Tom Waits. Well, karena Adrian lebih dulu tahu Waits dari gue, jadi dia ‘messiah’-nya.

Setelah itu gue ngulik dia, sampe album terakhir Bad as Me. Album Closing Time album fenomenal, Tom Waits fenomenal.

Sebenernya lebih Tom Waits-nya sik. Gue ngerasa perjalanan musik gue, dari yang distorsi, eksperimen ala ZATPP, brass band ala Impeccable Six, semuanya ada di Waits.

Dia itu bukan penyanyi, dia seniman. Gue ngerasa dia ngewakilin gue, setiap microchip ide yangg ada di kepala gue dia udah lakuin di karya-karyanya. Intinya gue ngerasa terwakili sama dia.

Bahkan waktu dianugerahi Rock n Roll Hall of Fame, dia bilang “They said I have no hits and I’m difficult to work with. And they say it like its a bad thing” statement dia ini isi kepala gue banget. Emang kenapa kalo gue nggak punya hits?

Elo nggak bisa determine Waits, musiknya ini itu, dia mainin apa yang dia mau. Dia punya “I Dont Wanna Grow Up” yang dibawain Ramones, dia nulis “Downtown Train” yang diremake Rod Stewart. Artinya? Dia diterima semua. Walaupun dia nggak sukses secara komersil.

Kalo elo search youtube, lebih banyak orang video cover lagu dia dari video livenya dia. Dia inspiring. Dia Tom Waits. And he’s mine.

______

Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.

Eksplor konten lain Pophariini

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …