PHI Tips: Menjadi Manajer Musik
Tips menjadi manajer musik ini disusun lewat kompilasi obrolan dengan beberapa pelaku. Biarkan ini jadi pernyataan sepihak, namun sudah seharusnya semua setuju : Sosok penting di dalam sebuah band adalah manajer dari band tersebut. Saya tak melarang kalau pertanggungjawaban progress dari suatu band dapat ditodong pada manajernya. Selain karya dan beberapa tetek-bengek lain, manajer adalah faktor krusial dari apakah sebuah band bisa dilirik oleh banyak mata dan didengar oleh berpasang-pasang telinga. Bahkan, urusan mendulang penggemar, hal ini bisa dengan mudah terlaksana apabila adanya kekompakan antara musisi yang dipegang dengan sang manajer.
Manajer juga dirasa-rasa layak disematkan gelar pahlawan. Mengemban tugas gigantis, manajer adalah pengeras suara bagi sebuah karya dari musisi. Ia yang membawa nama dan karya band itu bersamanya. Mengenalkannya ke banyak orang, berangkulan dengan label rekaman, hingga menggoda dan berkawan dengan promotor konser dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan pertumbuhan usia sebuah band. Menjadi seorang manajer jelas sulit. Tapi hal ini menyenangkan. Jelas banyak manfaat yang menarik kalau diandai-andaikan. Ada beberapa tips untuk menjadi manajer musik. Simak baik-baik ya.
“Manajer band itu harus gaul, modal utama, harus punya itu!” Kalau manajer musik senior bak Satria Ramadhan sudah menggebu-gebu menyatakan hal ini. Keabsahannya jelas tak perlu dibahas lagi. Pula apa yang ia katakan tak salah sama sekali. Manajer band harus gaul. Kenapa? Ya jelas saja untuk bisa menjalankan perannya sebagai pengenal karya musisi yang diurus kepada banyak orang, mendapatkan peluang-peluang bisnis, yang berakibat pada panjang-pendeknya umur sebuah band tersebut dapat berlangsung. Menilik dari kepribadian yang dimiliki oleh Bobby Irfan, manajer Hursa, mempunyai sifat gaul, asik untuk diajak bicara, sampai punya koneksi luas akan sangat membantu. Sebut saja apabila dibutuhkan beberapa hal yang membutuhkan bantuan dari pihak eksternal. Mempunyai manajer yang gaul akan mempersingkat proses pencarian pihak dengan kemampuan yang dibutuhkan. Itu tadi, karena mereka gaul! “Gue gak bisa jalan sendiri!” Sahutan Tania Anggarda pada saya saat membicarakan urusan per-manajerial-an ini menguatkan poin pertama ini.
Jadi manajer band itu sama aja menjual band tersebut. Bukan menjual organ tubuh mereka lalu uangnya dipakai beli piringan hitam ya. Menjual dalam maksud merenggut merk dagang tertentu untuk menggunakan band yang dimanajeri dalam berbagai bentuk interpretasi. Semua ini kembali lagi ke kemampuan-kemampuan di atas. Namun, pada akhirnya. Bicara adalah cara. Lewat pemilihan diksi yang ciamik, negosiasi yang genit, dan kemampuan untuk menguasai pembicaraan, baru lah persetujuan-persetujuan bisa didapat. Maka dari itu, manajer juga perlu jago ngomong!
“Orang yang ngerti manajemen, pasti bisa me-manage secara bisnis. Apalagi kalau dapetnya orang ekonomi dan suka musik. Paket komplit itu!” Pernyataan yang dikeluarkan oleh Tania Anggarda Paramita selaku manajer dari Nadin Amizah ini memang benar adanya. Keberhasilan Nadin memaku berbagai macam pencapaian juga tak akan lepas dari tangkas dan ringkasnya Anya, sapaan untuk Tania Anggarda, me-manage semua aspek yang menyangkut seorang Nadin Amizah. Menjadi sebuah bukti konkrit : Seorang manajer harus memahami manajemen.
Untuk musisi yang sedang merintis, tak jarang vokalis flamboyant yang penuh wibawa diatas panggung sejatinya harus kelimpungan menyusun caption untuk sosial media band tersebut. Begitupun manajer. Salah satu tugas kerja tidak tertulisnya barangkali adalah turut serta menjadi admin dari media sosial band tersebut. Bisa main sosial media berarti mengerti apa tren yang sedang ramai digeluti oleh pengguna media sosial. Hal ini lagi-lagi merucut pada dua tujuan utama : Mengenalkan dan menjual band tersebut. Tak jarang kita mengenal band dari ulah kocak mereka di media sosial. Ambil Heals dari Bandung dengan akun Twitter mereka. Goodnight Electric dengan humor kelas wahid ala Priscilla juga membuat pengikutnya termasuk saya tersenyum sendiri menyaksikan tindak mereka di layar kaca gawai.
Harus gaul, masuk ke berbagai lingkaran pergaulan dan pekerjaan. Mampu mengambil gambar, mengabadikan momen lewat lensa kamera, hingga kuota untuk berselancar di internet. Tiga urusan yang dari membacanya saja sudah tau kalau akan melibatkan pengeluaran yang tidak sedikit. “Jadi manajer band, apalagi band indie memang gak bisa ngarepin duit.” Kata-kata dari Satria Ramadhan yang nyaris benar adanya. Dedikasi adalah kata kunci dalam hal ini. Apalagi yang mampu membuat seseorang bertahan selain hal itu? Tidak mengejar uang sebagai fokus utama bukan berarti manajer tersebut tidak mempertimbangkan bagaimana cara ‘menjual’ musisi yang diurus. Hanya saja, untuk keuntungan finansial pribadi, hal itu rasanya tidak akan bisa menjadi fokus utama. Hanya akan mengotori rima kerja dan memaksakan beberapa hal yang seharusnya memang dilakoni untuk berproses.
Poin kelima dalam PHI Tips kali ini bertugas sebagai kesimpulan atas empat poin terdahulu. Tak diizinkan untuk menjadi pribadi yang matre, menguasai kultur pop dan hal-hal yang trendi diantaranya. Mampu melakukan pekerjaan dari profesi lain macam fotografer hingga tuntutan tidak langsung untuk gaul dan punya pergaulan luas jelas menghabiskan energi. Solusinya? Manajer harus menjadi orang yang sabar. Sabar dalam mengontrol dirinya, band yang diurus, pokoknya sabar dalam berproses dan membangun band tersebut! “Ada kecenderungan dari band-band baru untuk langsung masuk ke pasar internasional, padahal kolam lokal belum semuanya dijalanin.” Perenungan dari Satria Ramadhan tersebut bisa menjadi bahan pemikiran yang tepat dan benar urusan proses berproses dari sebuah karir bermusik.
Tidak harus berprofesi sebagai seorang fotografer, namun memiliki kemampuan untuk menjempret momentum dengan baik adalah kelebihan yang sangat menguntungkan apabila dimiliki oleh seorang manajer musik. Layaknya Satria Ramadhan, Melina Anggraini, hingga manajer salah satu band muda potensial, Sunwich, Agung Ralyansyah, adalah seorang fotografer. Menurut analisis dan alasan logis, mempunyai kemampuan menggambil gambar bisa mengurangi bujet pengeluaran band untuk membiayai fotografer lagi. Jelas menggunakan jasa fotografer adalah pilihan yang tepat untuk mendatangkan foto-foto ciamik, namun kalau sedang mengetatkan pengeluaran, mempunyai manajer yang bisa bertindak merangkap sebagai fotografer adalah keuntungan besar.
––
Posisi mulia ini memang tidak semudah dan seenak kelihatannya. Barangkali tips-tips menjadi manajer musik ini pun sebetulnya sudah dipahami. Namun gak ada salahnya juga disajikan sekadar sebagai pengingat dan media pembelajaran.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
CARAKA Suarakan Berbagai Emosi di Album Terbaru NALURI
Unit pop asal Tegal, CARAKA resmi luncurkan album bertajuk NALURI (15/12). Melalui sesi wawancara yang berlangsung pada Senin (16/12), CARAKA membagikan perjalanan band dan hal yang melatarbelakangi rilisan terbarunya. CARAKA merupakan band …