White Chorus – LIMBO
Dua tahun pasca lahirnya FASTFOOD sebagai album debut, ternyata White Chorus memaksimalkan rentang waktu tersebut dengan menggarap LIMBO, album kedua yang cukup berbeda dibandingkan dengan debutnya.
Masih dalam koridor musik elektronik, namun kali ini duo Clara Friska dan Emir Mahendra menyerempet beberapa pakem lain seperti pop, dance music, R&B, hingga UK garage yang keseluruhannya membawa nuansa ‘gelisah’.
Kenapa saya bilang gelisah? Karena dalam eksplorasi sembilan lagu yang hadir, ada beberapa deret pertanyaan dan rasa-rasa yang mengganjal dalam sebuah hubungan yang mereka untai di dalam liriknya dan cukup berbanding terbalik dengan musik yang dance-able.
Dengarkan saja “Somerset”, lagu di urutan keempat yang secara repetitif melempar lirik “Things you said to me / Still on my head / I could never forget / But I’m trying to forget” bersama pakem dance music yang kental, atau “Don’t Want This To Be Over” dengan pengulangan lirik “Don’t want this to be over”, diiringi perpaduan petikan gitar akustik dan pakem UK garage yang tereksekusi baik.
Favorit personal dari album ini adalah “Amarah”, lagu terakhir berwarna drum and bass. Terdengar ada inspirasi besar yang berangkat dari album kedua Andien, Kinanti, tepatnya di lagu “Menjelma”. Lagu ini juga menjadi lagu White Chorus pertama yang menggunakan lirik berbahasa Indonesia, sebuah usaha yang patut diberikan apresiasi. Meski judulnya adalah “Amarah”, namun mereka malah menyuruh pendengarnya untuk meredam semua rasa amarah yang mampir di dada dan hidup tanpa rasa penyesalan.
Keterlibatan banyak produser (Mamoy ‘Bleu House’, Alyuadi ‘HEALS’, Dhafir ‘The Sugar Spun’, Tendi ‘Feel Koplo’, Kareem Soenharjo) yang sebenarnya cukup riskan karena bisa membuat album menjadi ‘gado-gado’ berkat banyaknya tangan yang terlibat ternyata tidak terjadi di LIMBO. Malahan, White Chorus menyajikan seporsi gado-gado dengan kesegaran dan kombinasi yang pas, semua berkat kejelasan arah yang ingin dibawa oleh sang duo.
Saat menulis tentang album FASTFOOD, saya menyebut bahwa tantangan terbesar White Chorus adalah mempertanggungjawabkan penampilan live mereka di masa depan. Selang dua tahun, mereka tampak lebih rapih dan matang, musik yang ter-deliver baik ke pendengarnya, yang mungkin saja berangkat dari pengalaman menjajal panggung-panggung berbagai skala.
Bicara panggung, LIMBO rasanya juga bisa menjadi pembuka pintu untuk panggung-panggung White Chorus di klub-klub minim cahaya ataupun gelaran party lintas hari dengan audiens yang lebih luas lagi, tidak hanya di gig antar kota ataupun festival musik saja. Membayangkan mereka membawakan “Mystery” selama sepuluh menit penuh perpanjangan set di sana rasanya mendebarkan.
Jikalau hal tersebut benar terjadi, maka tentu White Chorus bersama LIMBO bisa menemui hal-hal berkesan lain di masa depan.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …
CARAKA Suarakan Berbagai Emosi di Album Terbaru NALURI
Unit pop asal Tegal, CARAKA resmi luncurkan album bertajuk NALURI (15/12). Melalui sesi wawancara yang berlangsung pada Senin (16/12), CARAKA membagikan perjalanan band dan hal yang melatarbelakangi rilisan terbarunya. CARAKA merupakan band …