Oding Nasution: Gitar, Blues dan Guruh Gipsy
Oding Nasution adalah salah satu dari enam nama musisi dalam proyek Guruh Gipsy diabadikan dalam lirik lagu pembuka “Indonesia Maharddhika” pada album yang rilis circa 1977. Sambungkan huruf-huruf di awal liriknya, maka kita bertemu dengan mereka.
“Om awighnam astu / DINGaryan ring sasi karo”
Itu adalah untuk Oding Nasution.
“ROhinikanta padem / NIcitha redite prathama”
Itu adalah untuk Roni Harahap.
“KIlat sapta tusteng natha / NANta mami magawe plambang”
Itu adalah untuk Keenan Nasution.
“Aku dengar deru jiwa / BAgai badai mahaghora / Di nusantara raya”
Itu adalah untuk Abadi Soesman.
” Cerah gilang gemilang / Harapan masa datang / Rukun damai mulia / Indonesia tercinta Selamat sejahtera”
Itu adalah untuk Chris, atau Chrisye.
“GUnung langit samudra / RUH semesta memuja”
Itu adalah untuk Guruh Soekarno Putera.
Enam orang “gila” yang membuat sebuah mahakarya dengan segala proses yang dilaluinya. Rasanya sudah tidak perlu dibahas lagi kedigdayaan album ini. Proses rekaman yang begitu sulit, kolosal, ambisius, canggih pada zamannya, dan tentu saja dengan berbagai trivia pada sekitarnya. Terlepas dari banyak pengaruh musik band lain di album ini, tak dipungkiri bahwa Guruh Gipsy adalah salah satu pencapaian artistik terbaik dari album rekaman Indonesia, sepanjang masa.
Keseluruhan paketnya, dari semangat dan bunyi sebagai yang utama hingga segenap visual dan teksnya, menjadikan posisi Guruh Gipsy mantap di tempatnya yang tersendiri.
Rilis Guruh Gipsy berdekatan dengan album soundtrack film Badai Pasti Berlalu—sebuah karya yang juga hebat. Kedua album tersebut bisa dikatakan diisi oleh para musisi dari markas yang sama—“anak-anak Pegangsaan”— mereka yang kerap berkumpul di rumah keluarga Nasution bersaudara. Sys Ns, juga dari lingkaran mereka, memberi nama Badai Band untuk pertunjukan kelompok yang terdiri dari Chrisye, Yockie Surjoprajogo, Keenan Nasution, Oding Nasution, Roni Harahap, dan Fariz RM.
Sebagai “bocah” yang lahir lebih lambat dari tahun Guruh Gipsy mulai mempersiapkan rekamannya, dan hidup di Indonesia di saat sejarah musik pop negeri sendiri sangat sulit terlacak, butuh waktu lama bagi saya untuk menemukan jejaknya.
Chrisye salah satu pintu gerbangnya. Gelombang tiga album Chrisye pada 1985-86; Aku Cinta Dia, Hip Hip Hura, danNona Lisa yang sangat-sangat-meledak secara masif sukses melambungkan nama penyanyi itu pada khalayak yang lebih muda atau lebih luas lagi. Dari sana, saya banyak bertemu dengan lagu-lagu Chrisye lainnya, atau industri musik mempertemukannya pada saya.
Sementara itu, pada sekitar 1989/1990, sebuah band bernama Gank Pegangsaan mencuri perhatian dengan lagunya, “Dirimu”. Ada rasa bahagia menemukan lagu itu di TVRI. Saya mulai mengenali sosok Keenan Nasution, vokalis lagu itu.
Sekitar dua tahun berikutnya, saya dapati Benyamin jejingkrakan ala rocker, memakai jaket jeans dengan bordiran di punggungnya, Lagu yang dipromsikannya berjudul “Biang Kerok”. Mencuri perhatian! Benyamin dan musisi lainnya saat itu memperkenalkan diri mereka sebagai Al Haj, sebuah band di mana Benyamin bermain musik bersama “anak-anak Pegangsaan”, temasuk ada Oding Nasution di sana. Belakangan, saya mengecek lagu-lagu di album ini, dan menyukainya.
Waktu terus berjalan. Kesukaan pada Chrisye mendorong saya untuk terus mencari tahu musiknya. Hingga bertemulah kaset Jurang Pemisah yang di-reissue dan dapat ditemukan di toko rekaman musik. Ditambah lagi menemukan album Badai Pasti Berlalu. Kontan saya tergila-gila!
Pada dimensi yang lain, teman-teman saya ternyata berteman dengan anak dari Yaya Moektio, drummer Cockpit, band yang dikenal membawakan lagu-lagu Genesis. Yaya juga saya ketahui sebagai pemain drum Gong 2000, belakangan baru saya sadari Yaya juga pengisi drum untuk beberapa lagu Chrisye di masa awal karir solonya. Sementara Cockipit, beberapa kali pernah saya tonton tanpa “ngeh” bahwa gitarisnya adalah “anak Gank Pengangsaan”: Oding Nasution.
Di masa-masa itu, saya sudah semakin “mengerti” siapa itu Chrisye, Gipsy, Gank Pegangsaan, dan tentu saja Guruh Gipsy. Saya semakin mendengar nama-nama Gauri Nasution, Keenan Nasution, Debby Nasution, dan Odink Nasution. Nama terakhir, seringkali disematkan sebagai “Blues Man”.
Pontang panting saya mencari kaset Guruh Gipsy, hingga akhirnya menemukannya di lapak jalan setapak menuju kampus di Depok.
Akhirnya, saya mendengar Guruh Gipsy! Apa itu? Dalam bahasa mendeskripsikan suara musik, dapat dikatakan sebagai “percampuran art rock/progressive rock dengan musik tradisi/gamelan Bali”. Sedangkan untuk bahasa mendeskripsikan rasanya: menyerang, luar biasa gila!
Belakangan, saya mendapati lagi nama Oding Nasution setelah membaca kredit musisi pengisi di album solo Dodo Zakaria, “Mallisa”. Di album itu, ada favorit-favorit saya; “Rada Rada Gila” yang dinyanyikan oleh Achmad Albar dan “Caplang” yang dinyanyikan oleh Nicky Astria.
Kemudian, ketika “pada waktunya” mendengarkan band lawas Prambors Group, kembali di sana ada Oding Nasution dengan gitarnya.
Oding Nasution adalah gitaris yang sangat dihormati, terutama oleh scene musik rock 1970an. Entah berapa banyak panggung dijajakinya, termasuk saat pernah tergabung dengan God Bless pada 1970an (pertunjukan, tidak pernah dalam rekaman), serta berapa album rekaman yang diisi permainan gitarnya. Bagi saya pribadi, kenangan akan Oding Nasution yang paling membekas adalah saat konser Keenan Nasution di Jakarta pada 2007.
Saya melihat iklan pertunjukan itu di surat kabar. Harga tiketnya mahal, untuk ukuran musisi Indonesia saat itu. Tapi, dasar ngebet, saya beli juga—dua lembar, nonton bersama istri.
Di pertunjukan itulah, untuk pertama kali dalam hidup, saya mendengarkan Guruh Gipsy dimainkan di atas panggung. Memang, tidak ada Chrisye malam itu, juga Guruh. Tapi ternyata lebih baik daripada tidak pernah menonton langsung Guruh Gipsy sama sakali, meski hanya untuk dua lagu.
Kenangan yang aneh dan indah.
Kamis, 27 Februari 2020, berita duka datang, Oding Nasution meninggal dunia. Terima kasih untuk musik yang dimainkan, bagi saya terutama karena telah turut mewujudkan album Guruh Gipsy, yang tak mudah untuk diwujudkan. Berita kepergian Oding Nasution membawa kehilangan, sebagaimana saudaranya, Debby Nasution telah lebih dahulu meninggalkan kita semua.
Innalillahi wa innailaihi rojiun. Selamat jalan.
Obituari ini sebagai tanda salut padamu.
____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Sambut Album Perdana, Southeast Rilis Single By My Side
Band R&B asal Tangerang bernama Southeast resmi merilis single dalam tajuk “By My Side” hari Rabu (13/11). Dalam single ini, mereka mengadaptasi musik yang lebih up-beat dibandingkan karya sebelumnya. Southeast beranggotakan Fuad …
Perantaranya Luncurkan Single 1983 sebagai Tanda Cinta untuk Ayah
Setelah merilis single “This Song” pada 2022 lalu, Perantaranya asal Jakarta Utara kembali hadir dengan single baru “1983” (08/11). Kami berkesempatan untuk berbincang mengenai perjalanan terbentuknya band ini hingga kisah yang melatarbelakangi karya terbaru …
[…] Oding Nasution: Gitar, Blues dan Guruh Gipsy […]