Feast, Para Pembawa Pesan

Oct 15, 2018

Kenapa mengajak Sir Dandy di “Apa Kata Bapak”?
Dari zaman dulu gue sudah dengar Acong. Spotify belum ada, di mana pun ketemu, gue dengar di situ. Dari zaman Teenage Death Star gue sudah dengar, gue sudah tahu dia. Terus kemarin di kantor gue, Double Deer, kami lagi bikin acara bincang-bincang dan (ingin) pemandunya Acong. Akhirnya gue ketemu, urusan buat kerjaan. Pas pertama kali mengobrol langsung, gue langsung omong, “Mas, gue ngefans banget ama lu dari dulu.” “Oh, ya?” Dia ketawa-tawa doang.

Habis kelar rapat, langsung gue tembak. Kayak, “Gue kekurangan satu skit nih. Lu mau isi enggak sebagai Sir Dandy?” Itu orang kayak enggak dipikirkan dulu, kali ya? “Ya sudah, enggak apa-apa. Kirim saja liriknya, sama lagu-lagu yang sudah jadi.” Terus pas dia tanya, “Konsepnya apa?”, gue bilang, “Terserah, respons saja liriknya. Apa pun.” Pas dia kasih ke gue, dia bilang, “Ini konsepnya omong kosong, kali ya!” Gue pas pertama kali dengar, mengakak banget. Ini pengulangan banget dengan suaranya dia yang kayak begitu, kan. Kayak RRI.

Cuma, pas gue pikir-pikir – gue mengobrol sama anak-anak juga – mungkin bisa saja ada hubungannya, sih. Cuma, gue enggak tahu. Gue enggak pernah percaya kalau Acong itu orang yang asal-asalannya enggak dipikirkan. Gue yakin pasti ada maksud dan tujuan dia memilih definisi Tut Wuri Handayani setelah membaca semua lirik gue. Makanya kayak gue bilang, sebenarnya semboyan itu kalau lu terapkan bukan ke pendidik, cuma ke pemimpin, bisa juga sih kena. Semboyannya omong begitu: “Pemimpin di depan kasih contoh, yang tengah kasih ide buat pemimpinnya, yang belakang kerja.” Lucu saja, dalam satu semboyan itu ada kayak subtext hierarkis.

Solois juga vokalis Teenage Death Star, Sir Dandy / dok. @sir_dandy (instagram).

Gue melihatnya, dalam konteks album, kalau pemimpin yang kacau, yang tengah ama yang bawah bagaimana mau fungsi? Bagaimana mau kerja? Dan pas saja, tiba-tiba gue taruh skit-nya di depan lagu pertama “Kami Belum Tentu” dengan chorus “Pemimpin di esok hari, adakah yang cukup mampu?” Pas gue dengar kayak itu, gue lihat dua lagu itu bersambung: “Anjing, menyambung juga ya. Apa ini maksudnya?”

Tapi gue enggak ingin tanya sama sekali. Gue akan banyak ketemu Acong, cuma gue enggak akan pernah tanya maksudnya apa. Soalnya kalau ternyata enggak ada artinya, itu akan memilukan buat gue! [Tertawa] Enggak apa-apa juga, sih. Cuma ya sudah, itu buat gue jadi rahasia Ilahi saja. Senang saja. Dulu buat gue, Teenage Death Star itu keren banget. Sir Dandy juga buat gue – sebelum ada Jason Ranti – mungkin musik akustik “folk” kayak begitu yang paling lucu, yang bisa bikin orang mengakak, dia doang. Dan dia yang buka album gue. Gue sudah bilang ke anak-anak, “Gue enggak tahu, hasil jadinya apa pun, gue terima-terima saja sih. Acong, soalnya!” Akhirnya jadi! Dia kaget, ternyata. “Waduh, jadi jazz begini!”

Dari mana idenya untuk membuat musiknya seperti itu?
Tadinya gue ingin bikin bumper ala RRI, cuma gue ingat, “Oh, Arian dan Seringai sudah pernah pakai. Kayaknya enggak, deh.” Terus mungkin gue enggak bakat bikin track yang seperti itu, rasanya. Gue cari saja yang mungkin cocok sama suaranya Acong dan jadi pembuka yang pas banget. Terus jadinya kayak itu. Gue lihat pas bagian dia sudah omong Tut Wuri Handayani ada yang kurang. Akhirnya gue kasih suara pianika di kanan, itu dari “doe a deer, a female deer” (lagu “Do-Re-Mi” dari musikal The Sound of Music), lagu kalau anak-anak belajar pianika di sekolahan. Tapi sumbang dan gue enggak rapikan [tertawa], karena konsepnya memang omong kosong! Ya sudah, jadinya kocak.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Penulis
Hasief Ardiasyah
Hasief Ardiasyah mungkin lebih dikenal sebagai salah satu Associate Editor di Rolling Stone Indonesia, di mana beliau bekerja sejak majalah itu berdiri pada awal 2005 hingga penutupannya di 31 Desember 2017. Sebenarnya beliau sudah pensiun dari dunia media musik, namun kalau masih ada yang menganggap tulisannya layak dibaca dan dibayar (terutama dibayar), kenapa tidak?

Eksplor konten lain Pophariini

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …

CARAKA Suarakan Berbagai Emosi di Album Terbaru NALURI

Unit pop asal Tegal, CARAKA resmi luncurkan album bertajuk NALURI (15/12). Melalui sesi wawancara yang berlangsung pada Senin (16/12), CARAKA membagikan perjalanan band dan hal yang melatarbelakangi rilisan terbarunya.     CARAKA merupakan band …