Feast, Para Pembawa Pesan

Oct 15, 2018

Selain kesalahan secara sistematis, pasti ada alasan kenapa beasiswa yang sebenarnya tujuannya adalah biar anak muda balik dan membangun negara, dipakai sama anak-anak buat cabut dari Indonesia, dapat PR (permanent residence) di mana, nikah ama orang mana, kerja di mana. Lucu saja jadinya, buat gue.

Tujuan lagu ini lebih untuk menyoroti hal-hal itu dan membuat orang-orang berpikir. Tapi solusinya?
Kayaknya lagu Feast enggak pernah kasih solusi, sebenarnya. Karena buat gue pribadi yang menulis lirik, seni itu tanda tanya, bukan jawaban. Gue mengangkat kaca saja: “Ini masalahnya ada.” Gue enggak pernah memihak ke siapa pun kok, sebenarnya, di semua lagu dan lirik yang gue tulis. Kalau lu merasa tersinggung, pasti ada alasannya kenapa lu merasa tersinggung. Jadi ya kayak tadi gue bilang, ini kaca doang.

Musik di mini-album ini tidak sebising Multiverses, dan cara bernyanyi juga tidak banyak berteriak seperti dulu. Kalau bernyanyi, apakah memang keluarnya seperti orang yang jauh lebih tua? Atau itu sebuah karakter yang berusaha diciptakan?
Kalau dibilang sebuah karakter yang berusaha gue ciptakan, mungkin awalnya enggak sengaja, sih. Dari pertama kali gue nyanyi buat Feast, gue merasa lirik seperti ini enggak meyakinkan untuk dibawakan dengan suara gue yang asli. Akhirnya gue ambil 1-2 range lebih rendah, kan. Ada beberapa lagu yang memang ambil tinggi, atau pakai layer suara gue yang biasa. Cuma, pada akhirnya, track utamanya enggak kayak itu, dan itu juga yang dibilang Tama, produser kami: “Kayaknya bukan ini yang dijadikan track utama. Seperti biasa, lu ambil yang berat di tengah.” Memang secara naratif, lagu-lagu di Feast itu rasanya kayak, “Stop, lu lagi ngapain? Lu lagi makan? Stop, gue mau omong.” Dan gue duduk depan lu.

“Kayaknya lagu Feast enggak pernah kasih solusi, sebenarnya. Karena buat gue pribadi yang menulis lirik, seni itu tanda tanya, bukan jawaban”

Feast lagi kolaborasi ama aktivis, dia videografer yang sering bikin dokumenter. Dia sempat buka sayembara di Twitter, ada enggak yang mau pakai footage dia? Ternyata banyak yang minta, dan gue baru tahu kalau yang minta ada band-band yang gede banget juga. Dan ternyata Feast yang dapat. Pas gue tanya, “Kenapa, Mas, lu pilih Feast?” Dia bilang, “Karena lagunya Feast rasanya kayak lu lagi duduk, bukan kayak dikasih kritik yang selentingan, cuma ibaratnya ini ada kue, lu dihajar depan muka. Kena lu, gue tampar.” Frontal banget, dan benar kata produser gue sih: “Lu harus ambil suara yang seperti ini kalau lu mau jadi orang yang lagunya menghentikan aktivitas apa pun.” Gue minta perhatian penuh. Lebih angker juga rasanya dengan suara seperti itu.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Penulis
Hasief Ardiasyah
Hasief Ardiasyah mungkin lebih dikenal sebagai salah satu Associate Editor di Rolling Stone Indonesia, di mana beliau bekerja sejak majalah itu berdiri pada awal 2005 hingga penutupannya di 31 Desember 2017. Sebenarnya beliau sudah pensiun dari dunia media musik, namun kalau masih ada yang menganggap tulisannya layak dibaca dan dibayar (terutama dibayar), kenapa tidak?

Eksplor konten lain Pophariini

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …